TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyebut arus modal masuk condong membawa akibat baik ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan turunnya tekanan pada rupiah.
"Dengan US$ dollar index (DXY) nan turun ke titik terendahnya dalam selama tiga minggu terakhir, rupiah mengalami apresiasi nan cukup signifikan," kata Riefky dalam analisisnya berbareng tim LPEM nan dikutip Selasa, 16 Juli 2024.
Per 14 Juli 2024, LPEM FEB UI mencatat penguatan rupiah sekitar 2,23 persen dalam sebulan terakhir. Sejak awal tahun, rupiah telah melemah hingga 4,65 persen secara year-to-date (ytd).
Namun, rupiah tercatat tetap mempunyai performa nan lebih baik dibanding mata duit negara berkembang lain. Misalnya seperti peso Argentina nan melemah 13,7 persen ytd, lira Turki melemah 12,1 persen ytd. Kemudian, peso Filipina juga melemah 5,5 persen ytd dan baht Thailand melemah 5,1 persen ytd.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai catatan positif mengenai persediaan devisa nan meningkat sekitar US$1,2 miliar. Cadangan devisa meningkat dari US$138,97 miliar pada Mei menjadi US$130,18 miliar pada Juni 2024.
Peningkatan persediaan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, menyusul kebutuhan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah bulan lalu.
Posisi persediaan devisa pada Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor alias 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional, ialah untuk tiga bulan impor.
Bank Indonesia (BI) belum mengubah keputusannya mengenai suku kembang referensi alias BI rate sejak dinaikkan 25 pedoman poin pada April lalu. Namun, Riefky memandang sentimen terhadap arah kebijakan The Fed untuk sisa 2024 telah berubah signifikan sejak bulan lalu. Salah satu argumen utamanya adalah akibat rilis info inflasi AS. Pada Juni 2024, inflasi AS tercatat turun ke 3 persen year-on-year (yoy) dari 3,3 persen yoy di bulan sebelumnya. Inflasi AS mencapai titik terendahnya sejak Maret 2021, didorong oleh turunnya nilai bahan bakar minyak dan biaya sewa tempat tinggal.
Iklan
Angka inflasi bulanan AS juga mengalami deflasi sebesar 0,1 persen month-on-month (mtm) dan menjadi deflasi pertama sejak April 2020. Meredanya tekanan juga terjadi di pasar tenaga kerja AS. Angka pengangguran sedikit meningkat pada Juni dan kecepatan pertumbuhan lapangan kerja juga melambat dari perkiraan awal. Ada penambahan lapangan kerja sebanyak 206 ribu di perekonomian AS, melampaui konsensus sebelumnya nan memprediksi hanya 190 ribu.
Akan tetapi, peningkatan tingkat pengangguran lebih dikarenakan oleh naiknya suplai tenaga kerja daripada hilangnya lapangan pekerjaan. Sehingga, info non-farm payroll menunjukkan tingkat pengangguran di Juni 2024 mencapai 4,1 persen, sedikit meningkat dari bulan sebelumnya ialah 4 persen. "Rilis info inflasi dan pengangguran terkini di AS secara umum mengindikasikan narasi bahwa tekanan di perekonomian AS mulai mereda," kata Riefky.
Seiring dengan The Fed nan condong menunjukkan sinyal dovish setelah rilis info inflasi AS, arus modal mulai beranjak ke pasar berkembang. Total arus modal portofolio ke pasar finansial Indonesia meningkat hingga US$1,06 miliar dalam tiga pekan terakhir dan mencatatkan akumulasi arus modal tertinggi sejak medio April.
Dari US$1,06 miliar tersebut, sebanyak US$0,74 miliar masuk ke pasar saham dan US$0,32 miliar ke instrumen obligasi. Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan imbal hasil tenor surat utang pemerintah tenor 10 tahun nan turun dari 7,8 persen pada 19 Juni 2024 menjadi 7,02 persen pada 12 Juli.
Sebaliknya, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 1 tahun relatif stagnan, sebesar 6,52 persen selama periode tersebut. Menurut Riefky, minat penanammodal nan relatif lebih rendah untuk membeli surat utang jangka pendek pemerintah kemungkinan merefleksikan kekhawatiran penanammodal terhadap kondisi perekonomian Indonesia di jangka pendek.
Kemudian, kemungkinan lainnya adalah ketidakpastian shopping publik tahun depan dan potensi menurunnya disiplin fiskal oleh pemerintah mendatang. "Namun, minat penanammodal terhadap pasar finansial Indonesia secara keseluruhan membaik, ditunjukkan dengan nilai premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun nan menurun ke 71,72 di 12 Juli dari 78,17 di akhir bulan lalu," tutur dia.
Pilihan Editor: Terpopuler: Alasan Prabowo Lanjutkan IKN, Dampak Penembakan Donald Trump pada Harga Emas