TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, menyebut pekerja migran Indonesia alias PMI kerap mengalami malasah lewat praktik penempatan nan dikendalikan para sindikat dan mafia. "Ini kejahatan internasional nan tidak hanya sindikatnya ada di Indonesia, tapi juga ada di negara-negara penempatan," kata Benny saat memberikan kuliah umum perihal Pekerja Migran Indonesia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, 9 Juli 2024. "Ini adalah upaya kotor, upaya haram, nan perputaran uangnya sangat besar," tutur dia, di depan mahasiswa dan pejabat Rektorat UIN.
Praktik para sindikat dan mafia itu menurut Benny berjalan lama. Banyak pekerja migran nan menjadi korban. "Tapi kritik saya, negara abai, negara tidak hadir, dan apalagi takluk melawan para sindikat dan mafia pedagangan orang," tutur dia.
Padahal menurutnya, Indonesia punya kekuatan norma tentang pencegahan TPPO dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain itu ada Peraturan Presiden tentang penanganan dan pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Namun menurutnya penanganan soal pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia tidak efektif.
Menurutnya, para sindikat dan mafia TPPO susah tersentuh norma lantaran dibekingi oknum-oknum nan mempunyai atribut kekuasaan di negara ini.
Dari sekian banyak pekerja migran nan menjadi korban, menurutnya wanita adalah nan paling rentan. "Kaum wanita 80 persen korban perdagangan manusia," ucap dia.
Saat ini berasas info BP2MI, jumlah pekerja migran di luar negeri berasas negara tujuan penempatan per 2007-13 Juni 2024 berjumlah 5.067.984 orang. Dalam empat tahun terakhir ialah 2020-Juni 2024 ada penambahan pekerja migran sekitar 820 ribu orang.
Iklan
Adapun penempatan PMI dengan skema Government to Government (G to G) melalui BP2MI per periode empat tahun terakhir 30.165 orang. Penempatan PMI dengan skema G to G berada Korea Selatan, Jepang, dan Jerman. Sementara nan berada di luar skema G to G, kata dia, tersebar di sepuluh negara, ialah Malaysia (1.598.678 orang), Taiwan (1.013.526 orang), Kore Korea Selatan (115.004 orang), Brunei Darussalam (96.625 orang), Singapura (334.159), Hongkong (992.814 orang), Uni Emirat Arab (179.451 orang), Arab Saudi (459.370 orang) Qatar (76.659 orang), dan Oman (63.224 orang).
Benny mengatakan, berasas info BP2MI dalam penanganan PMI terkendala (bermasalah) tercatat sebanyak 110.056 orang pada 2020-7 Juni 2024. Sebanyak 90 persen dari korban itu adalah pekerja migran. Sementara dari jumlah ini, 80 persen korbannya adalah pekerja migran perempuan.
Pada periode nan sama, Benny mengatakan, penanganan pemulangan jenazah PMI sebanyak 2.570 orang. Sebanyak 90 persen adalah korban dari kejahatan pekerja migran. Sebanyak 80 persen pemulangan jenazah adalah wanita dan ibu-ibu. "Dan dari upaya ini mereka mengambil untung besar," kata dia.
Pilihan editor: 165 WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Migrant Care: Perlu Berbenah dalam Perlindungan