TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor produk nonmigas asal Cina tetap mendominasi di Indonesia. Sepanjang Juni 2024, BPS mencatat produk Cina berkontribusi sebesar 35,20 persen atas nilai impor Indonesia. Jumlahnya mencapai US$ 5,34 miliar.
Kepala BPS Amalia Adiniggar Widyasanti mengatakan meskipun mengalami penurunan dibanding bulai Mei, nilai impor Cina secara tahunan pada periode nan sama tetap mengalami peningkatan. Pada Juni 2023, BPS mencatat nilai impor Cina di Indonesia sebesar US$ 4,85 miliar.
"Impor Cina bulan Mei tercatat US$ 6,05 miliar sedikit mengalami penurunan dibanding dengan Juni nan sebesar US$ 3,34 miliar," katanya dalam konvensi pers, Senin, 15 Juli 2024.
Berdasarkan catatan BPS, kekuasaan impor Cina sangat kontras dibanding dengan sejumlah negara lain seperti Jepang (7,42 persen), Singapura (6,13 persen), dan akumulaisi nilai impor negara-negara ASEAN (12,84 persen).
Amalia mengatakan secara akumulatif, sepanjang semester pertama 2024, nilai impor nonmigas Cina tercata sebesar 32,45 persen dari keseluruhan nilai impor Indonesia. Jumlah tersebut juga meningkat secara tahunan sebesar 2,47 persen.
"Secara akumulatif, peningkatan nilai impor terjadi dengan Cina dan ASEAN, dalam perihal ini tanpa Thailand. Sementara dengan Thailand, Jepang dan Uni Eropa mengalami penurunan di semester I 2024 year on year," kata Amalia.
Mesranya hubungan ekonomi Indonesia-Cina semasa era kepresidenan Joko Widodo alias Jokowi diperkirakan bakal tetap bersambung di masa pemerintahan selanjutnya. Muhammad Zulfikar Rahmat dan Yeta Purnama, peneliti dari Center of Economics and Laws Studies (Celios), mengatakan Indonesia sudah mengalami ketergantungan secara ekonomi kepada Cina.
Saat Presiden Jokowi menjabat pada 2014, nilai impor Cina di Indonesia tercatat sebesar US$ 40 miliar. Jumlah tersebut naik drastis menjadi US$ 71,32 miliar alias Rp 1.114 trliun pada 2022.
Iklan
Zulfikar dan Yeta mengatakan, Cina merupakan mitra jual beli dan sumber investasi nan signifikan bagi Indonesia. "Indonesia adalah salah satu negara nan menerima pendanaan Bel and Road Initiative dibandingkan negara-negara lain, dengan total utang Indonesia ke Cina mencapai Rp 885 triliun," tulis Zulfikar dan Yeta di theconversation, dikutip Senin, 15 Juli 2024.
Dengan begitu, keduanya menilai pemerintah selanjutnya bakal susah menghindari ketergantungan kepada negeri gorden bambu itu secara ekonomi. Di masa kepemimpinan Prabowo Subianto mendatang, ahli ekonomi Celios ini memprediksi modal hubungan ekonomi Cina-Indonesia bakal tetap langgeng.
"Prabowo secara unik telah terlibat secara intens dengan Cina. Prabowo berjumpa beberapa kali dengan Xiao Qian, mantan duta besar Cina untuk Indonesia," tulis Zulfikar dan Yeta.
Sepekan setelah dinyatakan meraih bunyi terbanyak pada Pilpres 2024, Prabowo yang juga menjabat Menteri Pertahanan, juga berjumpa Presiden Cina Xi Jinping, di Beijing, pada 1 April 2024.
Kendati demikian, Zulfikar megatakan Indonesia kudu menjaga keseimbangan dengan Cina dan aliansinya dengan negara-negara besar lainnya, seperti Amerika Serikat (AS) dan mitra regional, seperti Jepang dan Australia.
Pilihan Editor: Tiket Pesawat Domestik Mahal, Anak Buah Sandiaga Uno Sebut Dampaknya Hampir 40 Persen bagi Kegiatan Pariwisata