SITUASI menjelang pandemi Covid-19 sempat membatasi ruang mobilitas upaya Alfons Ivan Kurniadi. Penggemar sepatu sneakers itu resah barang-barang dagangannya berupa sepatu dari beragam merek lokal tidak terjual habis.
“Dulu pasarnya luring, kami ada seribu pengguna toko luring di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” kata pendiri brand sepatu Kanky tersebut saat ditemui di Jakarta, Rabu, 5 November 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sebagai distributor, dia sempat mengalami kerugian akibat banyak utang yang tidak sanggup dibayar oleh toko penyalur produk. Akibatnya, stok sepatu menumpuk di penyimpanan hingga rusak.
Kemudian Alfons bertanya kepada dua anaknya, Olga dan Violanita, untuk keberlangsungan menjual sepatu. Strategi penjualan dipikirkan, seperti menjual sepatu basket secara daring di Tokopedia, meski kedua anaknya belum ada pengalaman.
Hasilnya cukup memuaskan dan buahpikiran lain pun dikembangkan di antara mereka bertiga. Alfons mendirikan merek sepatu Kanky pada 2019 di Surabaya, nan berasal dari akronim “Kanan” dan “Kiri” dengan karakter unik logo tanda “>” sebagai huruf “V”, dan huruf “O” di produk sepatu. Logo tersebut, kata Alfons, mewakili inisial nama kedua anaknya nan juga masing-masing dari mereka mempunyai pengetahuan akuntansi dan bisnis.
“Kalau dibentuk “V” itu sebagai kalung, “O” sebagai medalinya. Saya mau berdua jadi satu sebagai pemenang, filosofinya seperti itu,” tutur Alfons.
Sistem kerja Kanky dirapihkan menjadi lebih terstruktur dan sistematis. Pada 2021, Alfons membuka pabrik sepatu dan dilengkapi dengan mesin pendukung untuk ekspansi produksi, termasuk merangkul para pekerja industri sepatu nan sempat berakhir bekerja akibat pandemi.
Peluang pengurangan pegawai dari pabrik lain pun dianggap sebagai kesempatan untuk merangkul para eks tenaga kerja untuk bekerja kembali dan melibatkan orang nan mahir dalam industri sepatu. “Tentunya juga ada support dan sumber bahan dari teman-teman nan memang sudah kenal,” ucapnya.
Selama masa awal proses produksi Kanky, Alfons berasosiasi dengan jaringannya nan telah dikenal selama menjadi distributor, mulai dari toko hingga penyalur dan komunitas. Dukungan dan kesempatan itulah nan akhirnya dimanfaatkan untuk keberlanjutan bisnis.
Ekspansi terus dilakukan via daring, dengan memanfaatkan toko daring seperti Tokopedia dan TikTok Shop. Selain itu ada kerjasama dengan pemengaruh Tirta Mandira Hudhi namalain Dokter Tirta untuk promosi penjualan. “Kreativitas ini juga sangat perlu. Makanya kami juga dekat dengan komunitas-komunitas,” ujar Alfons.
Saat ini, Kanky telah mempunyai beragam model dan warna sepatu sneakers serta olahraga. Merek nan berkantor pusat di Kota Bandung tersebut menjual sepasang sepatu seharga Rp 200 ribu hingga 600 ribu.
Dari komposisi bahan, kata Alfons, sepatu mereknya juga tetap menggabungkan bahan baku dari lokal dan impor. Keputusan komposisi bahan mencermati dari keahlian produksi dan keterjangkauan nilai bagi konsumen. “Jujur sampai hari ini kami belum bisa sepenuhnya lokal. Tapi untuk produk nan mesh, kami banyak dari lokal,” katanya.
Produk lokal ini berupaya terus memperkuat dengan karakter khas, nilai merek, dan cerita tersendiri, apalagi banyak pesaing sesama lokal dan internasional. Kemudian pengalaman menggunakan sepatu ini bakal mempunyai nilai tambah tersendiri dari pengalaman konsumen.
Senior Director of Tokopedia dan TikTok E-commerce Indonesia Stephanie Susilo, mengapresiasi pembangunan identitas upaya nan berasal dari masalah dan akhirnya terus berkembang. Selain Kanky, terdapat Jims Honey dan Sovlo nan juga sama-sama membangun kesempatan dari situasi susah saat pandemi Covid-19.
Dia berambisi keberadaan wadah penjualan daring bisa membantu para pelaku upaya lokal terus mengembangkan upaya secara berkelanjutan. “Kami sangat mau bukan hanya dari pembeli untuk bisa nyaman membeli, tapi juga dari para penjual untuk bisa nyaman berjualan,” ujar Stephanie.
1 minggu yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·