TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memprediksi deflasi bakal kembali terjadi di bulan Oktober ini. Achmad menyebut, penyebab deflasi ini adalah lemahnya permintaan domestik dan penurunan produksi di sektor manufaktur nan dibuktikan dengan adanya kontraksi.
“Melihat tren selama lima bulan terakhir, ada kemungkinan deflasi bakal bersambung pada bulan Oktober jika faktor-faktor nan memicunya tidak segera diatasi,” kata Achmad kepada Tempo pada Rabu, 02 Oktober 2024.
Deflasi nan terjadi secara berkepanjangan ini dikatakan Achmad dapat membawa akibat negatif nan cukup signifikan bagi sektor riil. Terutama ketika terjadi berbarengan dengan melemahnya daya beli masyarakat dan penurunan permintaan. Deflasi nan menyebabkan turunnya nilai peralatan dan jasa membikin produsen condong mengurangi produksi untuk menghindari kerugian.
“Penurunan produksi tersebut pada akhirnya bakal berakibat pada pengurangan tenaga kerja, penurunan pendapatan rumah tangga, dan berkurangnya investasi di sektor-sektor vital. Hal ini mengarah pada penurunan lebih lanjut dalam permintaan peralatan dan jasa, menciptakan lingkaran deflasi nan berbahaya,” ucapnya.
Achmad beranggapan pemerintah perlu mengeluarkan stimulus nan dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakat sekaligus membangkitkan sektor riil untuk menyelamatkan Indonesia dari potensi deflasi enam bulan berturut-turut. Langkah tersebut di antaranya stimulus untuk UKM dan industri manufaktur, penurunan suku kembang dan akomodasi kredit, investasi di sektor strategis, serta reformasi kebijakan tenaga kerja.
Iklan
Badan Pusat Statistika (BPS) sebelumnya mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 sebesar minus 0,12 persen month to month (MtM). Angka ini sekaligus menunjukkan tren deflasi nan tetap bersambung selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Fase deflasi serupa pernah terjadi selama 7 bulan berturut-turut di Indonesia, tepatnya pada Maret hingga September 1999.
Oyuk Ivani S berkontribusi dalam penulisan tulisan ini
Pilihan Editor: Menhub dan BPH Migas Silang Pendapat Soal Avtur nan Dituding Sebabkan Tiket Pesawat Mahal