TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, mengatakan BI siap memberikan insentif likuiditas ke bank-bank nan menyalurkan angsuran di sektor perumahan dan konstruksi. Hal itu, kata dia, jadi komitmen mendukung program 3 juta rumah Presiden Prabowo lantaran nomor backlog perumahan nan tetap tinggi.
“Pertama ke sektor konstruksi, real estate, kepemilikan rumah alias KPR, dan kepemilikan apartemen alias KPA,” kata Juda, Selasa, 20 November 2024.
Insentif likuiditas alias kebijakan likuid makroprudensial insentif nan diberikan oleh bank sentral berupa pelonggaran atas tanggungjawab pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah. Menurut Juda, sektor seperti perumahan nan menyerap lapangan kerja menjadi salah satu prioritas BI.
Selain itu, Juda menyinggung rasio loan to value (LTV) tetap sangat terbuka untuk memberikan support ke program 3 juta rumah Prabowo. Pasalnya, kata dia, LTV down payment BI tetap lenggang sehingga bisa mendorong kebijakan duit muka 0 persen untuk sektor properti.
“Bahkan bank juga bisa memberikan angsuran dengan DP 0 persen,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon Napitupulu mengestimasi program 3 juta rumah butuh biaya Rp360 triliun per tahun. Jumlah tersebut, kata dia, tidak mungkin dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga perlu sistem pembiayaan lain.
“Jadi mesti ada pengganti pendanaan. Kita sudah usulkan pengganti pendanaan ke Kementerian Perumahan dan Kementerian Keuangan,” kata Nixon di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 14 November 2024.
Menurutnya, program 3 juta rumah perlu perubahan skema subsidi dengan jangka waktu lebih panjang. Selain itu, angsurannya juga perlu lebih terjangkau. Mekanisme-mekanisme ini menurutnya terus didiskusikan dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Seperti diketahui, BTN merupakan perbankan dengan pangsa KPR terbesar di Indonesia.
Menurut Nixon, BTN telah membantu membangun sekitar 200 ribu rumah per tahun selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, biaya nan dihabiskan per tahun dengan jumlah tersebut mencapai Rp24 triliun. “Artinya nggak mungkin APBN dihabiskan hanya untuk sektor perumahan,” ujarnya.