TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menilai penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk keramik impor bakal menuai respon dari negara lain, terutama Cina.
Menurut Imaduddin, kebijakan BMAD dapat memicu Cina untuk memberikan tindakan balasan. "Pemberian BMAD dapat memicu tindakan jawaban (retaliasi) dari negara-negara eksportir nan terkena dampaknya, termasuk China nan merupakan mitra jual beli terbesar Indonesia," katanya melalui keterangan tertulis, Jumat 12 Juli 2024.
Imaduddin menjelaskan, tindakan jawaban tersebut bisa berupa pengenaan tarif alias halangan perdagangan lainnya terhadap produk-produk Indonesia nan masuk ke pasar Cina. Menurut dia, pemerintah perlu memandang akibat tersebut sehingga realisasi BMAD tidak berakibat pada sektor perdagangan lainnya antara Indonesia dan Cina.
Apalagi, Imaduddin mengatakan, selama ini hubungan jual beli Indonesia-Cina cukup kuat sepanjang 2023. Ia mencatat nilai ekspor Indonesia ke Cina mencapai US$ 64 miliar alias 23 persen dari total ekspor. "Angka ini mencerminkan ketergantungan nan signifkan terhadap pasar Cina. Jika BMAD betul diterapkan, maka retalisasi Cina dapat berakibat serius pada industri nan berjuntai pada ekspor ke negara tersebut," kata dia.
Selain itu, Imaduddin memandang pengenaan BMAD untuk keramik juga tidak tepat sasaran. Ia menilai BMAD bisa memicu praktik perdagangan nan tidak sehat. Salah satunya, ialah monopoli dari industri nan menguasai pasar dalam negeri.
"Dan pada akhirnya bakal mempengaruhi nilai produk di level konsumen domestik nan meningkat. Itu bisa merugikan konsumen." kata Imaduddin.
Iklan
Adapun ahli ekonomi senior Faisal Basri menyoroti dasar Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dalam penerapan BMAD atas produk keramik impor. Faisal menilai lembaga tersebut tidak transparan dalam menjabarkan proses kalkulasi dan pengukuran tarif BMAD.
"Kurangnya transparansi ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan pelaku industri," kata Faisal dalam keterangan tertulIs.
Menurut Faisal, analIsis KADI (Komite Anti Dumping Indonesia) juga keliru lantaran mencampurkan antara ubin merah dengan porselen sehingga bisa menyesatkan. "Pendekatan ini mengaburkan perbedaan antara kedua produk tersebut dan berpotensi menghasilkan kebijakan nan salah," katanya.
Pilihan Editor: Prabowo Disebut Serahkan Pembangunan IKN ke Gibran, Apa Alasannya?