TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Segara Institute, Piter Abdullah, mengatakan keadaan ekonomi saat ini sedang melemah. Hal tersebut, kata Piter, bisa dilihat dari menurunnya daya beli masyarakat. Oleh lantaran itu, dia menilai, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen di tahun depan adalah pilihan nan tidak bijak.
Piter menyarankan agar pemerintah menunda rencana kenaikan PPN tersebut. Menurut Piter, kenaikan PPN memang merupakan petunjuk Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), namun bukan berfaedah tidak ada jalan keluar. Ia menilai, pemerintah bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda kenaikan PPN.
“Pemerintah bisa saja untuk mengambil keputusan nan berbeda, menunda penyelenggaraan kenaikan undang-undang (UU HPP) tersebut dengan mengeluarkan semacam Perppu. Karena undang-undang, amanah undang-undang kudu dilaksanakan. Kalau tidak dilaksanakan kudu keluar Perppu,” ujar Piter ketika dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis, 21 Oktober 2024.
Hal serupa juga diucapkan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Ia menilai, kondisi ekonomi saat ini sudah memenuhi unsur kemendesakan sehingga presiden berkuasa menetapkan Perppu nan bakal menganulir keputusan PPN 12 persen pada 2025 nan sebelumnya telah diatur dalam UU HPP.
“Usulannya adalah segera bikin Perppu, peraturan pengganti Undang-Undang Hamonisasi Peraturan Perpajakan lantaran waktunya sangat mepet nih, sebelum Januari 2025. Dan ini kondisinya urgent, mendesak lantaran menakut-nakuti perekonomian,” kata Bhima ketika dihubungi, Kamis, 21 November 2024.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, mengatakan tidak perlu dilakukan perubahan terhadap UU HPP. Ia menilai, kesempatan untuk menunda kenaikan PPN sudah diatur dalam UU HPP itu sendiri.
“Undang-undang pajaknya ga perlu dirubah lantaran di undang-undang itu sudah sudah memberikan petunjuk ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR,” ucap Dolfie ketika ditemui seusai Rapat Kerja Komisi XI dengan Bank Indonesia, Rabu, 20 November 2024.
Diketahui di dalam UU HPP tercantum klausul pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen melalui publikasi peraturan pemerintah (PP) berasas pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan biaya untuk pembangunan. Namun, pembuatan PP tersebut kudu melalui pembahasan dengan DPR.