Ekspor Pasir Laut: Kerugian Ekologi hingga Polemik Mengenai Sedimentasi

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, menjadi sorotan lantaran perusahaannya ikut mengusulkan izin sebagai calon penambang pasir laut di Indonesia. Hal tersebut dilakukan Yusril melalui PT Gajamina Sakti Nusantara nan baru didirikannya pada Juni 2023.

Menurut dia, pasir nan berasal dari pengerukan sedimen bisa diekspor jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Ia mengatakan, ada negara nan memerlukan ekspor pasir laut Indonesia. “Singapura salah satu negara nan membutuhkan,” kata Yusril kepada Tempo, Kamis, 26 September 2024.

Tentang Ekspor Pasir Laut

1.  Kerugian Ekologi

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan alias KIARA, Susan Herawati, mengatakan tidak ada teknologi nan bisa menggantikan material pasir nan sudah dikeruk di laut. Pembukaan kembali ekspor pasir laut dianggap hanya bakal menimbulkan kerugian ekologi. “Yang diambil itu pasir, nan lenyap pasir, dan nan bakal makin amblas itu perairan kita,” kata Susan kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2024.

2. Menguntungkan Pengusaha

Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis laporan terbaru mengenai Keputusan Pemerintah ihwal pembukaan kembali ekspor pasir laut. Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menilai kebijakan tambang pasir laut hanya memberikan untung bagi segelintir pengusaha.

"Simulasi nan dilakukan menemukan akibat negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,22 triliun, dan pendapatan masyarakat bakal menurun hingga Rp1,21 triliun," kata Nailul Huda, Rabu, 2 Oktober 2024. "Jadi, studi ini memberikan respons atas beragam klaim pemerintah bahwa ekspor pasir laut bakal meningkatkan untung ekonomi dan pendapatan negara. Klaim itu rupanya berlebihan," kata Huda.

3. Ditolak oleh Rieke Diah Pitaloka

Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka, bakal terus mengawal sejumlah rencana dan kebijakan pemerintah nan dinilai merugikan. Salah satunya, dia menyerukan menolak ekspor pasir laut. "Jangan berakhir kritik DPR, jangan berakhir awasi kami untuk mengawal. Tolak Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), tolak agunan pensiun baru, tolak ekspor pasir laut, dan hal-hal lain," katanya, pada Selasa, 1 Oktober 2024.

Iklan

4. Klaim Teknologi Ramah Lingkungan

Staf unik Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi, mengatakan bahwa nan diekspor adalah pasir laut hasil pembersihan sedimentasi. Sedimentasi nan menebal, menjadi limbah, alias endapan nan mengganggu biota laut, seperti terumbu karang, itu nan bakal dibersihkan. Pembersihan nan dimaksud Wahyu adalah penyedotan pasir laut. 

"Diisap dengan teknologi ramah lingkungan," kata Wahyu, pada Senin, 30 September 2024.

Teknologi ini juga bakal memisahkan antara pasir dan lumpur, serta partikel lainnya. Dengan begitu pasir laut nan tersedot itu nan bakal diambil untuk kebutuhan, seperti reklamasi. "Kalau lempung nan dipakai, ya tenggelam pulaunya. Reklamasinya enggak sukses, pasti lenyap duit itu," ujar dia.

5. Dianggap Tidak Berpihak kepada Masyarakat

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, menilai pernyataan ahli bicara KKP, Wahyu Muryadi, soal kelanjutan tambang hasil sedimentasi di laut menunjukkan pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat pesisir dan nelayan.

"Kalau KKP ini tetap mau meneruskan pengerukan sedimentasi pasir laut, sebenarnya menjelaskan secara terang gimana perilaku kapitalistiknya negara ini, khususnya pemangku kebijakannya," kata Susan saat dihubungi Tempo pada Ahad sore, 29 September 2024.

M. RAIHAN MUZZAKI | IKHSAN RELIUBUN | RADEN PUTRI ALPADILLAH GINANJAR | IRSYAN HASYIM

Pilihan Editor: Kiara Sebut Ekspor Pasir Laut Ganggu Nelayan, Material nan Dikeruk Tak Tergantikan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis