TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 52.993 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per 1 Oktober 2024. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyatakan sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar nomor PHK tahun ini dengan total 24.013 tenaga kerja.
“Ada 3 sektor penyumbang PHK tertinggi, ialah sektor pengolahan dengan total 24.013 tenaga kerja, sektor aktivitas jasa lainnya 12.853 tenaga kerja, serta sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan 3.997 tenaga kerja,” ujar Indah saat dihubungi Tempo pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Selain itu, Indah juga membeberkan info tiga provinsi dengan nomor PHK terbesar, ialah yakni Jawa Tengah dengan 14.767 tenaga kerja, Banten 9.114 tenaga kerja, dan DKI Jakarta sebanyak 7.469 tenaga kerja.
Indah menjelaskan, ada beberapa aspek nan menyebabkan tingginya nomor PHK tahun ini. Salah satunya adalah menurunnya ekspor serta tingginya impor dalam negeri.
“Intinya, lantaran perusahaan tidak bisa memperkuat dalam kejuaraan bisnis, ekspor menurun lantaran situasi ekonomi negara lain kurang bagus, serta sikon dunia misalnya adanya perang, serta masuknya barang-barang impor ke pasar dalam negeri,” jelas Indah.
Meski demikian, dia menyatakan bahwa hak-hak pekerja nan terkena PHK terpenuhi. “Kalau gak terpenuhi maka masuk ranah perselisihan hubungan industrial,” ujarnya.
Saat ditanya upaya Kemnaker untuk mencegah PHK terus bertambah, Indah menjelaskan bahwa diperlukan upaya komprehensif meliputi reformasi strategi upaya korporasi dan support kebijakan ekonomi makro.
“Mencegah PHK menurut kami kudu dengan upaya komprehensif termasuk reformasi strategi upaya corporate dan juga support kebijakan ekonomi makro,” tutupnya.
Iklan
Lesunya sektor manufaktur Indonesia telah menjadi sorotan selama beberapa bulan terakhir. Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September tetap ambruk ke area kontraksi ialah 49,2. Kontraksi telah terjadi tiga bulan berturut-turut sejak Juli 2024.
Ambang pemisah pertumbuhan PMI manufaktur adalah 50, di bawah itu tergolong level kontraksi. Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, mengatakan keahlian perekonomian sektor manufaktur Indonesia nan mengecewakan berangkaian dengan kondisi makro ekonomi dunia nan sedang lesu pada September.
“Dengan penurunan tercepat pada penjualan eksternal dalam waktu nyaris dua tahun,” ujarnya dalam rilis buletin nan dibagikan Selasa, 1 Oktober 2024.
Meski demikian, perusahaan manufaktur mencatat kenaikan mini pada lapangan kerja untuk pertama kali dalam tiga bulan. Sebagian perihal ini berangkaian dengan kepercayaan diri nan meningkat, dengan perusahaan dilaporkan sangat mengharapkan keadaan pengoperasian pabrik lebih stabil.
Ilona Estherina turut berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: LPS Sebut Ekonomi Indonesia Tidak Terlalu Buruk, Jadi Tak Perlu Panik