Indef Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan 5 Persen pada 2025

Sedang Trending 2 hari yang lalu

Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di nomor 5,0 persen pada 2025.

21 November 2024 | 14.27 WIB

Image of Tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal stagnan di nomor 5,0 persen pada 2025. Prediksi pertumbuhan ini antara lain dipengaruhi kondisi geopolitik usai pemilihan umum Amerika Serikat dan penyesuaian Indonesia dengan pemerintahan baru.
 
“Kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ke depan tahun 2025 sekitar 5,0 persen,” kata Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti dalam pemaparan “Proyeksi Ekonomi Indef 2025” di Jakarta Pusat, nan juga disiarkan di kanal YouTube Indef pada Kamis, 21 November 2024.
 
Indef juga meramal inflasi Indonesia tahun depan berada di nomor 2,8 persen year-on-year (yoy), nilai tukar mata duit alias kurs senilai Rp 16.100 per dolar AS, tingkat pengangguran terbuka sekitar 4,75 persen, dan tingkat kemiskinan sekitar 8,8 persen.
 
Beberapa aspek nan mempengaruhi kajian ini adalah kondisi geopolitik nan belum mereda usai terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS ke-47, juga permintaan alias demand di China nan tetap menunjukkan tren melemah untuk tahun depan. 
 
Sementara di dalam negeri, Indef menyebut bahwa belum ada stimulus sigap maupun insentif untuk memperbaiki daya beli masyarakat nan merosot serta kondisi industri nan memburuk. Selain itu, 2025 diperkirakan tetap menjadi tahun penyesuaian bagi Indonesia dengan pemerintahan baru.
 
Lembaga riset ini juga menekankan bahwa ada perlambatan konsumsi serta pelemahan daya beli masyarakat nan terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menunjukkan Indonesia mengalami deflasi lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024. 
 
Penurunan daya beli kemudian terlihat dari laju pertumbuhan konsumsi pada triwulan I hingga triwulan III 2024 nan tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi.
 
Sementara, volume penjualan kebutuhan pokok di e-commerce alias lokapasar tercatat sempat mengalami penurunan. “Kondisi ini menggambarkan sungguh daya beli masyarakat mengalami pelemahan,” ujar dia.
 
Ia mengusulkan perlu adanya upaya mengoreksi tingkat suku kembang referensi guna menstimulus sektor-sektor riil, terutama sektor industri. Terbaru, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,00 persen pada 20 November, setelah sempat memangkasnya sebesar 25 pedoman poin pada September lalu.
 
Ia juga mendesak bahwa pertumbuhan penyaluran angsuran dari bank kepada masyarakat, karena angsuran bank juga relatif menurun seiring dengan melemahnya daya beli. Dalam perihal ini, sektor manufaktur mengalami penurunan signifikan.
 
Menurut info BPS nan diolah Indef, sektor manufaktur mengalami penurunan porsi dari total kredit, ialah dari 18,7 persen pada 2015 menjadi hanya 15,3 persen pada Agustus 2024.
 
“Pertumbuhan angsuran manufaktur nan lebih lambat dibandingkan pertumbuhan angsuran rata-ratanya di nasional ini merupakan indikasi bahwa sektor industri manufaktur mengalami penurunan kinerja,” ucap dia.

Nabiila Azzahra

Waswas Slot Judi Online

Waswas Slot Judi Online

PODCAST REKOMENDASI TEMPO

  • Podcast Terkait
  • Podcast Terbaru

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis