TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Danang Prasta Danial, menjelaskan kriteria sebuah perusahaan asing bisa dikenai Bea Masuk Anti-dumping (BMAD). Kriteria itu secara dunia merujuk kepada patokan World Trade Organization (WTO).
Di Indonesia, pemerintah menerjemahkannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tindakan Anti-dumping Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Danang menjelaskan, dugaan dumping dilihat antara lain dari perbedaan nilai jual komoditas di negara tujuan ekspor. Bila nilai jual ke Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan nilai jual ke negara lain nan jataknya kurang lebih sama, itu sudah menjadi indikasi adanya dumping.
Meski begitu, kata Danang, komparasi tidak cukup dengan satu negara. Harus ada beberapa negara tujuan ekspor lain sebagai pembanding.
Danang mencontohkan, sebuah negara mengekspor produk ke Malaysia, Thailand, dan Vietnam seharga US$ 14. Begitu diselidiki, negara itu rupanya mengekspor produk nan sama ke Indonesia seharga hanya US$ 6. Kondisi itu merupakan indikasi adanya dumping.
Namun, KADI juga tak sembarangan merekomendasikan BMAD. Sebelum menginisasi penyelidikan, Danang mengatakan instasinya bakal mengumpulkan data, baik nilai dan volume impor maupun kondisi industri dalam negeri.
Menurut dia, kudu ada bukti kausalitas antara dugaan dumping itu dengan kondisi industri. Untuk membuktikannya, ada sejumlah parameter nan digunakan KADI, antara lain pangsa pasar, produksi, dan kapabilitas penjualan.
Iklan
“Kalau sudah ada dua info itu (impor dan kondisi industri dalam negeri), kelak dilihat apakah ada hubungannya,” kata Danang, ditemui di kantornya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.
Setelah terbukti ada kausalitas, Danang mengatakan baru KADI bakal menghitung besaran bea masuk nan bakal dikenakan. Menurut dia, penghitungan besaran bea masuk itu kompleks. Kepada Tempo, Danang menunjukkan sejumlah kitab tebal. Buku itu merupakan referensi penghitungan dan penerapan anti dumping. “Harus betul-betul teliti,” kata dia.
Selama ini, Danang menyebut besaran bea masuk bervariasi. Dia membenarkan perusahaan nan tidak kooperatif dalam penyelidikan bakal dikenai bea masuk nan lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain.
Bea masuk itu, dia mengatakan, bisa sampai 400 persen seperti bertindak di Amerika Serikat. Tapi menurut dia, berasas penyelidikan KADI, pemerintah belum pernah menerapkan bea masuk sampai ratusan persen.
Bersama Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), KADI disebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan namalain Zulhas tengah menyelidiki info impor. Bila KADI merekomendasikan BMAD, KPPI merekomendasikan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kepada Menteri Perdagangan, nan berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Bea masuk ini bermaksud memagari Indonesia dari banjir impor, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT).
Pilihan Editor: Zulhas: Ada Kaus Impor Rp50 Ribu, Pasti Masuknya Ilegal