TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bakal mempelajari akibat positif dan negatif dari rencana pemerintah membentuk family office. Program ini bermaksud menarik investasi dari luar negeri dengan memberikan sejumlah akomodasi kepada keluarga-keluarga ultrakaya, seperti manajemen keuangan, perencanaan pajak, filantropi, dan penjagaan harta.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid memandang program ini sebagai produk unggulan nan dikeluarkan oleh pemerintah untuk menarik investasi. Namun, menurut dia, pendapat ini muncul untuk mendapatkan eksplorasi terlebih dahulu. “Sebagai negara, (Indonesia) kudu ada produk-produk nan dikeluarkan dengan mempertimbangkan negara lain,” kata dia di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 15 Juli 2024.
Ihwal pendapat family office yang telah menjadi percakapan publik, Arsjad Rasjid mendukung pendapat ini terus dihidupkan. Menurut dia, semua program mempunyai sisi positif dan negatif, tinggal pemangku kebijakan mengambil mana nan terbaik untuk Indonesia. “Kami bakal pelajari, positifnya bagaimana, negatifnya bagaimana,” kata dia.
Arsjad Rasjid menuturkan, pendapat pembentukan family office muncul dalam konteks kejuaraan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Kalau tidak bisa kompetitif dengan negara-negara tetangga, tutur Arsjad Rasjid, Indonesia bakal kalah. Dia menilai bakal susah menarik investasi jika program untuk mewujudkannya terus ditolak.
Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk. ini juga menilai, Indonesia memerlukan duit masuk ke dalam negeri. Ujungnya, kata dia, pemerintah bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk generasi muda. Dia juga menyinggung bingkisan demografi nan kian menunjukkan pentingnya lapangan pekerjaan.
Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana pembentukan family office. Menurut Bhima, beragam studi menunjukkan, negara nan menjadi tempat family office adalah negara surga pajak alias bisa memberikan tarif pajak super rendah.
“Apakah Indonesia hanya dijadikan sebagai suaka pajak dan tempat pencucian uang, misalnya?” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 2 Juli 2024.
Iklan
Selain berpotensi menjadi suaka pajak dan tempat pencucian uang, dia cemas investasi family office tidak masuk sektor riill, seperti untuk membangun pabrik. Namun, hanya untuk diputar di instrumen keuangan, seperti pembelian saham dan surat utang.
Rencana pembentukan family office awalnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah menyetujui dan memanggil sejumlah menteri dan pejabat untuk membahas skema pembentukannya.
Luhut menyatakan dia sedang menyusun izin terpadu mengenai family office. Salah satu izin nan bakal ditetapkan adalah orang nan meletakkan uangnya di family office tidak dikenakan pajak, tetapi diharuskan berinvestasi, nan bakal dikenakan pajak.
"Dan investasi kelak bakal kita pajaki,” kata Luhut melalui akun IG resmi @luhut.pandjaitan, dikutip Tempo pada 2 Juli lalu.
Pilihan Editor: HGU di IKN 190 Tahun, Apa Bedanya dengan Hong Kong nan Disewakan Cina ke Inggris 99 Tahun?