Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) penjelasan mengenai tidak ada kata 'oplosan' dalam dakwaan perkara dugaan korupsi mengenai impor bahan bakar minyak alias BBM dan penjualan solar nonsubsidi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan istilah nan dipakai dalam produksi BBM bukan 'oplosan', melainkan 'blending' alias pencampuran komponen bahan bakar dengan kadar oktan (RON) nan berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang gini, tidak ada istilah oplosan sekarang sebetulnya, kan blending-an. Ibaratnya blending-an dari RON 88 alias RON 92 nan memang dijual dengan nilai di bawah, ya apalagi price, ya kan di situ," kata Anang seperti diberitakan detikcom, Jumat (10/10).
"Di situ kan ada dan dia termasuk ya nan diuntungkan, ada diperlakukan istimewa. Istilahnya bukan oplosan, blending-an dan memang secara teknis memang begitu. Tidak ada istilah oplosan, [adanya] blending," tuturnya.
Penjelasan itu disampaikan saat perkara dugaan korupsi mengenai impor bahan bakar minyak alias BBM dan penjualan solar nonsubsidi memulai babak baru. Perkara itu diduga menyebabkan kerugian Rp285 triliun.
[Gambas:Video CNN]
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/10), empat orang menjadi terdakwa.
Namun di awal persidangan disepakati bahwa dakwaan bakal dibacakan untuk 3 terdakwa lebih dulu, baru lah kemudian seorang terdakwa dituntut secara terpisah. Berikut tiga orang nan dakwaannya dibacakan dalam sidang tersebut.
1. Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021-Juni 2023 dan selaku Direktur Utama PT Pertamina Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025.
2. Maya Kusmaya selaku Vice President Trading & Other Business PT Pertamina Patra Niaga periode 2021-2023 dan selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
3. Edward Corne selaku Assistant Manager Crude Import Trading pada Fungsi Crude Trading Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina periode 2019 - 2020, selaku Manager Import & Export Product Trading pada Trading and other Businesses Direktorat Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina periode 2020-2021, dan selaku Manager Import & Export Product Trading pada Trading and other Businesses Direktorat Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga (Subholding Commercial & Trading/SH C&T) periode 2021-Desember 2022.
Dalam persoalan inim jaksa mengungkapkan dua perihal nan jadi pokok persoalan dalam impor produk kilang alias BBM.
Jaksa mengatakan awalnya Edward Corne memberikan perlakuan spesial pada dua perusahaan, ialah BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd dalam proses lelang unik gasoline RON (Research Octane Number) 90 dan RON 92.
Sebagai informasi, produk BBM nan dikenal masyarakat umum untuk RON 90 adalah Pertalite, sedangkan RON 92 adalah Pertamax.
"Dengan langkah membocorkan info alpha pengadaan kepada BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem Internasional Oil (Singapore) Pte Ltd serta memberikan tambahan waktu penawaran kepada BP Singapore Pte Ltd meskipun sudah melewati pemisah waktu penyampaian penawaran," sebut jaksa dalam persidangan tersebut.
Setelahnya Edward Corne mengusulkan 2 perusahaan itu sebagai calon pemenang tender melalui memo ke Maya Kusmaya.
Usulan itu kemudian diteruskan ke Riva Siahaan nan saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga (selanjutnya disebut PT PPN).
Jaksa kemudian menduga Riva Siahaan menyetujui usulan nilai jual solar/biosolar kepada konsumen industri tanpa mempertimbangkan nilai jual terendah alias bottom price. Akibatnya, PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari nilai jual terendah.
"Bahkan di bawah nilai pokok penjualan alias HPP dan nilai dasar solar bersubsidi, nan pada akhirnya memberikan kerugian PT PPN," kata jaksa.
Jaksa turut menyebut total 14 perusahaan nan diduga mendapatkan nilai solar/biosolar lebih rendah tersebut.
(chri)
1 bulan yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·