KKP Klaim Tambang Pasir Laut Menggunakan Teknologi Ramah Lingkungan

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Ekspor pasir laut terus menjadi pertanyaan publik akibat dampak kerusakan lingkungan. Termasuk gimana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa penambangan pasir laut itu tidak merusak lingkungan. 

Staf unik Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi, mengatakan nan diekspor adalah pasir laut hasil pembersihan sedimentasi. "Kalau sedimen nan diekspor, ya enggak laku. Mana ada orang mau beli lumpur," kata Wahyu, melalui sambungan telepon pada Senin, 30 September 2024.

Wahyu mengatakan bahwa sedimentasi nan menebal, menjadi limbah, alias endapan nan mengganggu biota laut, seperti terumbu karang, itu bakal dibersihkan. Pembersihan nan dimaksud Wahyu adalah penyedotan pasir laut. "Diisap dengan teknologi ramah lingkungan," tutur dia.

Teknologi ini juga bakal memisahkan antara pasir dan lumpur, serta partikel lainnya. Dengan begitu pasir laut nan tersedot itu nan bakal diambil untuk kebutuhan, seperti reklamasi. "Kalau lempung nan dipakai, ya tenggelam pulaunya. Reklamasinya enggak sukses, pasti habisin duit itu," ujar dia.

Wahyu mengatakan, dulu izin upaya pasir laut adalah pasir diambil dari pinggir laut. Dikeruk menggunakan eksapator. "Ada pulau nan indah-indah enggak berpenghuni disikat semua, itu namanya pasir laut," kata Wahyu. Menurutnya, praktek penambangan kelak bakal berbeda dengan nan dilakukan di jaman dulu.

Dalam masalah pengawasan, menurut dia, ditentukan tujuh titik prioritas pengambilan sedimentasi alias pasir laut. Titik pengambilan sedimentasi alias pasir laut berada di Laut Natuna hingga Natuna Utara, lampau di laut wilayah Kabupaten Jepara, di Selat Makassar, di laut Kota Surabaya, di laut Kabupaten Cirebon, laut Kabupaten Indramayu, dan laut Kabupaten Karawang. "Di titik itulah kami mengawasi," ucap dia.

Proses pengawasan dilakukan dengan mengirim tim. Tim ini bakal masuk ke dalam kapal nan tengah menyedot sedimentasi pasir laut itu. Selanjutnya pengawasan dengan kapal patroli KKP, hingga melibatkan abdi negara Badan Keamanan Laut, TNI Angkatan Laut, peneliti, maupun pantauan satelit.

"Semua dikerahkan untuk mengawasi lantaran itu titik pengambilan pasir hasil sedimentasi. Harus dipastikan bahwa itu tidak terjadi pengrusakan lingkungan," ucap Wahyu.

Iklan

Sementara itu Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, meminta pemerintah untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam mengawasi proses tambang hasil sedimentasi di laut alias pasir laut.

Menurut Susan, perihal itu untuk mencegah adanya celah oknum untuk melakukan tindakan korupsi. "Untuk melakukan pengawasan atas peluang-peluang korupsi lewat terbitnya patokan ini (Kepmen KP Nomor 16 Tahun 2024) gitu," jelas Susan saat dihubungi Tempo pada Ahad sore, 29 September 2024.

Susan menjelaskan argumen dirinya menyarankan keterlibatan KPK untuk mengawasi aktivitas penambangan pasir laut. Hal itu, kata dia, sejak adanya kasus korupsi ekspor Benih Benur Lobster (BBL) nan mengakibatkan Menteri KKP sebelumnya, Edhy Prabowo, ditangkap oleh KPK.

"Karena kita belajar dari gimana kasus Lobster ya, lobster ini kan kurang lebih sama kayak gini pemberian kuota kepada perusahaan," kata Susan.

Menurutnya, diterbitkannya izin tentang hasil sedimentasi di laut mempunyai kesamaan dengan patokan ekspor BBL. Kesamaan itu, kata Susan, patokan tambang pasir laut juga melibatkan jumlah kuota nan diperlukan untuk dilakukan pengerukan.

Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis