TEMPO.CO, Jakarta - Membanjirnya produk tekstil impor membikin upaya konveksi rumahan mulai berguguran. Ikatan Pengusaha Konveksi Bekarya (IPKB) mencatat, dari 2.000 pemilik konveksi nan tergabung dalam asosiasi, nyaris semuanya mengalami penurunan produksi.
"Penurunan produksinya hingga 70 persen," kata Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman, kepada Tempo, Kamis, 11 Juli 2024.
Selain menurunnya jumlah produksi, Nandi menyebut ada puluhan konveksi nan berakhir beroperasi. Dia meyakini penurunan produksi dan tutupnya sejumlah konveksi disebabkan produk tekstil impor nan diduga masuk secara ilegal.
Dia mengatakan sebenarnya permintaan terhadap produk olahan tekstil condong stabil. Tetapi perihal itu berbanding terbalik dengan kapabilitas produksi oleh konveksi rumahan."Kami bisa membaca dari laporan personil bahwa terjadi penurunan. Kalau begitu, indikasinya jelas bahwa pasar kita dipenuhi oleh peralatan impor terlarangan nan dijual dengan nilai murah," ujarnya.
Nandi mengatakan dugaan produk impor ilegal makin memperburuk industri tekstil sejak pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan alias Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Dia mendesak pemerintah kudu segera mencabut peraturan tersebut dan kembali pada Permendag Nomor 36 Tahun 2023.
Sejak menggantikan Permendag Nomor 36 Tahun 2023, industri tekstil, khususnya di sektor hilir nan memasok busana untuk pasar dan retail, mulai kelimpungan. Perbedaan mendasar nan memicu banjir produk impor dalam kedua izin itu terletak pada perizinan impor dan laporan suveyor.
Sebelumnya kedua syarat tersebut wajib dipenuhi oleh importir. Namun sejak Permendag Nomor 8 Tahun 2024 berlaku, persyaratan tersebut ditiadakan sehingga menjadi peralatan bebas impor.
Selanjutnya: Di pasaran, kata Nandi, terjadi persaingan nilai nan tidak sehat....
- 1
- 2
- Selanjutnya