LPS Buka Suara Soal Tutupnya 137 Bank di Indonesia dalam 19 Tahun Terakhir

Sedang Trending 14 jam yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan alias LPS mencatat bahwa sebanyak 137 bank di Indonesia telah menghentikan operasionalnya dalam kurun waktu 19 tahun terakhir. Bank-bank tersebut sebagian besar merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) nan telah menyelesaikan proses likuidasi. Data ini mencerminkan dinamika sektor perbankan nasional sejak LPS mulai beraksi pada tahun 2005.

Dari total bank yang ditutup, satu di antaranya adalah bank umum, sementara sisanya terdiri dari 123 BPR dan 13 BPRS. Laporan ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. Periode pengamatan mencakup dari awal berdirinya LPS hingga akhir September 2024.

Pada tahun 2024 saja, hingga triwulan ketiga, tercatat sebanyak 15 BPR dan BPRS nan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penutupan ini mencerminkan tantangan nan dihadapi oleh sektor perbankan mini dan syariah di tengah perubahan ekonomi, persaingan, serta tekanan regulasi.

Lalu ada sebanyak 17 BPR-BPRS nan tetap berjalan proses likuidasinya, di mana ada tambahan dua dari tahun lalu.

"Pada 2024 LPS sukses melakukan penyehatan terhadap satu BPR Indramayu nan sebelumnya ditampilkan oleh OJK sebagai bank dalam resolusi dan telah kembali menjadi bank normal pada bulan Mei 2024. Ini kasus pertama. Ini juga bisa terjadi lantaran kerjasama erat antara LPS dengan OJK," ujarnya.

Pada tahun 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelesaikan proses likuidasi terhadap dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR), ialah BPR Pasar Umum dan BPR Persada Guna. Proses ini mencerminkan efisiensi nan tinggi dengan rata-rata waktu penyelesaian mencapai 15 bulan. 

Selain itu, LPS juga mencatat peningkatan signifikan dalam efisiensi pembayaran klaim kepada pengguna penyimpan di bank nan dicabut izin usahanya. Hingga triwulan ketiga tahun 2024, LPS bisa merealisasikan pembayaran pertama kali dan sebagian besar simpanan layak bayar dalam waktu rata-rata lima hari kerja setelah pencabutan izin upaya BPR alias BPRS. Angka ini menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana waktu penyelesaian condong lebih lama.

Efisiensi dalam proses pembayaran klaim ini tidak hanya berakibat pada percepatan penyelesaian kewenangan nasabah, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Ketika bank menghadapi persoalan alias apalagi pencabutan izin usaha, masyarakat diharapkan tidak panik lantaran adanya agunan nan sigap dan transparan dari LPS. 

Dengan terus meningkatkan efisiensi dalam beragam aspek, LPS diharapkan bisa menghadapi tantangan nan semakin kompleks di industri perbankan, termasuk menghadapi dinamika ekonomi nan dapat memengaruhi keberlangsungan lembaga keuangan.

"Jadi kami senang berupaya merubah gambaran kami. Kalau dulu kami dikenal sebagai malaikat maut, jika LPS datang, bank bakal jatuh. Sekarang kita jadi sahabat nasabah, Pak. Kalau LPS datang, duit pengguna aman," katanya.


ANANDA RIDHO SULISTYA | AMELIA RAHIMA SARI

Pilihan Editor: Fenomena Makan Tabungan di Masyarakat, Boss LPS: Mungkin Juga Gak Punya Duit dari Pertama

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis