MA Perkuat Haris-Fatia Bebas, Pengacara Singgung Peran Luhut di Papua

Sedang Trending 3 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) selaku kuasa norma Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanty menilai Mahkamah Agung (MA) telah menjaga muruah kebebasan sipil.

Hal itu disampaikan TAUD merespons putusan kasasi MA nan menjatuhkan vonis bebas terhadap Haris dan Fatia.

"Melalui putusan ini, kami menilai Mahkamah Agung telah turut menjaga marwah kebebasan sipil nan menjamin sekaligus menekankan bahwa penduduk negara mempunyai kewenangan untuk memberikan kritik terhadap pejabat publik tanpa kudu cemas dipidana," ujar Anggota TAUD Asfinawati melalui keterangan tertulis, Rabu (25/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asfin beranggapan putusan kasasi tersebut juga menandakan pentingnya perlindungan norma bagi pejuang lingkungan sebagaimana dikenal dengan konsep Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).

Tak hanya itu, putusan dimaksud sekaligus telah menyalakan angan bagi orang-orang nan terus memperjuangkan rumor kemanusiaan dan lingkungan khususnya di Papua.

Singgung peran Luhut

Asfin turut menyinggung putusan di tingkat pertama di mana majelis pengadil mengakui beberapa perihal nan diungkap dan telah menjadi kebenaran persidangan seperti ada bentrok kepentingan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengenai praktik pertambangan di Papua.

Fakta tersebut dilihat dari penjajakan upaya anak perusahaan Luhut ialah PT Tobacom Del Mandiri berbareng dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining.

Dalam persidangan pun terbukti Luhut sebagai beneficiary owners (BO), karena setiap tahun mendapatkan laporan finansial perusahaan, sehingga mustahil tidak mengetahui alias menyetujui adanya penjajakan upaya di Papua.

"Oleh lantaran perihal tersebut di atas, kami memandang telah terdapat dugaan pelanggaran norma mengenai aktivitas tambang di Papua nan dilakukan oleh Luhut Binsar Pandjaitan serta jejaringnya," ucap Asfin.

Ia pun meminta abdi negara penegak norma segera melakukan serangkaian penyelidikan dan investigasi mengenai dugaan pelanggaran norma tersebut. Lebih jauh, tutur Asfin, putusan kasasi sudah sepatutnya menjadi referensi bagi abdi negara penegak norma untuk memulai investigasi bentrok kepentingan Luhut.

Selain itu, pemerintah juga kudu secara serius menindaklanjuti temuan dan rekomendasi berasas kajian sigap nan berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua."

"Terkait tabiat pejabat publik seperti Luhut Binsar Pandjaitan nan melakukan kriminalisasi terhadap penelitian, pendapat, dan ekspresi nan sah, selain pada dasarnya semestinya penuntutan tidak dapat dilakukan, maka merujuk Pasal 314 KUHP, Luhut tidak lagi bisa melaporkan orang nan menyebut dia mempunyai bentrok kepentingan alias lebih unik bermain tambang di Papua," ungkap Asfin.

"Dan tidak hanya Luhut, seluruh pihak nan ada dan disebut dalam riset kajian sigap nan kemudian dikuatkan dalam putusan juga tidak dapat melakukan pelaporan pidana pasal penghinaan," sambungnya.

Terakhir, Asfin menjelaskan putusan kasasi terhadap Haris dan Fatia sudah semestinya menjadi yurisprudensi bagi majelis pengadil di setiap tingkat pengadilan ketika mengadili kasus-kasus kriminalisasi terhadap para aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup.

Berdasarkan catatan TAUD, Asfin menuturkan tetap terdapat beragam kasus kriminalisasi serupa seperti Daniel Fritz Tangkilisan selaku pejuang nan berupaya melestarikan Karimunjawa, Muhriyono seorang petani Pakel nan merebut lahannya lantaran dirampas pihak swasta hingga Sorbatua Siallagan seorang ketua masyarakat budaya nan melawan perampasan tanah budaya di Simalungun hingga sekarang tetap terus memperjuangkan keadilan.

"Atas kasus-kasus tersebut sudah sepatutnya para majelis pengadil nan mengadili kasus kriminalisasi aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup berani memutus bebas sebagaimana dalam perkara Fatia dan Haris," ucap Asfin.

Sebelumnya, MA menguatkan putusan majelis pengadil pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur nan membebaskan Haris dan Fatia.

Keduanya divonis bebas lantaran dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana nan didakwakan jaksa dalam Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 14 ayat 2 jo Pasal 15 UU 1/1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap Pasal tersebut disertai dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Saat itu, majelis pengadil pengadilan tingkat pertama menilai kata 'lord' di kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut bukan dimaksudkan sebagai penghinaan.

Perkara nomor: 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim dan 203/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim diadili oleh ketua majelis pengadil Cokorda Gede Arthana dengan pengadil personil Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin.

(ryn/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional