TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2024 sebesar US$ 407,3 miliar. Bila dirupiahkan, nilai utang tersebut berkisar Rp 6.586 triliun (asumsi kurs Rp 16.169 per dolar AS).
Utang tersebut naik 1,8 persen secara year on year (yoy), setelah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,5 persen (yoy) pada April 2024.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, kenaikan utang luar negeri itu berasal dari ULN sektor publik. "Baik pemerintah maupun bank sentral, serta sektor swasta," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024, seperti dikutip dari Antara.
BI menilai struktur utang tersebut tetap sehat dan didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal itu terlihat dari dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nan tercatat sebesar 29,8 persen, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,9 persen dari total ULN.
Erwin menyebutkan, ULN pemerintah juga tetap terjaga pada Mei 2024 sebesar US$ 191 miliar. Dengan demikian, secara tahunan utang luar negeri pemerintah mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 0,8 persen (yoy), setelah pada April 2024 terkontraksi sebesar 2,6 persen (yoy).
Adapun perkembangan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional dan domestik, seiring dengan sentimen positif kepercayaan penanammodal terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Pemerintah pun tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi tanggungjawab pembayaran pokok dan kembang utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara prudensial, terukur, oportunistik, dan elastis untuk mendapatkan pembiayaan nan paling efisien dan optimal.
Pemerintah juga mengarahkan pemanfaatan utang untuk mendukung APBN, khususnya dalam membiayai sektor produktif dan prioritas nan di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan aktivitas sosial (21 persen dari total ULN pemerintah); manajemen pemerintah, pertahanan, dan agunan sosial wajib (18,7 persen); jasa pendidikan (16,8 persen); bangunan (13,6 persen); serta jasa finansial dan asuransi (9,5 persen).
Iklan
Lebih jauh, BI memandang utang luar negeri pemerintah relatif kondusif dan terkendali mengingat nyaris seluruh ULN mempunyai tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,99 persen dari total ULN pemerintah.
Tak hanya itu, ULN swasta juga tetap terjaga pada Mei 2024 dan tercatat sebesar US$ 197,6 miliar. Bila dilihat secara tahunan, nomor ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,4 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada April 2024 sebesar 2,8 persen (yoy).
Adapun perkembangan ULN itu terutama berasal dari lembaga finansial (financial corporations) yang terkontraksi sebesar 2,6 persen (yoy). Sementara itu, ULN perusahaan bukan lembaga finansial (nonfinancial corporations) tumbuh sebesar 0,1 persen (yoy).
Jika dilihat dari sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan; jasa finansial dan asuransi; pengadaan listrik dan gas; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,9 persen dari total ULN swasta. ULN swasta pun didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen terhadap total ULN swasta.
Untuk menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN, kata Erwin, juga bakal terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional nan berkelanjutan. Caranya dengan meminimalkan akibat nan dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Pilihan Editor: Jusuf Hamka Tagih Utang Rp 800 Miliar nan Belum Dibayar Pemerintah Sejak Krismon: Saya Mencari Keadilan