TEMPO.CO, Batam - SKK Migas menargetkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bopd) serta gas 12 ribu juta kaki kubik per hari (MMscfd). Terlibatnya industri pendukung menjadi langkah menjaga sasaran tersebut tercapai.
PT Rainbow Tubulars Manufacture (RTM) satu-satunya industri penunjang terdapat di Batam, Provinsi Kepulauan Riau. RTM menjadi satu-satunya nan memproduksi pipa seamless (pipa tanpa sambungan) alias Oil Country Tubular Goods (OCTG).
Tempo berkesempatan berjamu dan memandang langsung proses produksi pipa seamless tersebut, Rabu, 20 November 2024. RTM berdiri sejak 2016 di Batam, dan saat ini produksi perusahaan ini sudah mencapai 30.000 ton per tahun.
Proses produksi berasal dari pemotongan besi padat menjadi ukuran kecil. Bahan mentah besi padat ini berasal dari China. Meskipun dari China, tetapi perusahaan ini sudah mencapai sasaran Tingkat Komponen dalam Negeri (TKDN) lebih dari 50 persen.
Setelah dilakukan pemotongan, besi padat berbentuk besi bulat padat tersebut masuk ke tahap pemanasan. Kemudian dilakukan proses piercing alias penindikan, mengubah besi padat menjadi pipa.
"Dari awalnya pipa berukuran 2,1 meter, setelah di-piercing 1 dan 2 menjadi sepanjang 12 alias 13 meter," kata salah seorang petugas PT RTM saat menunjukan proses produksi.
Selesai ditindik, masuk ke dalam tahap pengukuran ketebalan hingga dilakukan pendinginan. "Sampai akhirnya finishing dengan di cat," katanya lagi.
Direktur Komersial dan Bisnis Rainbow Tubulars Manufacture Barkeilona mengatakan, 97 persen pekerja nan terdapat di PT RTM berasal dari tenaga lokal, hanya 7 orang menggunakan tenaga asing. "Karena memang belum ada orang kita nan bisa mengoperasikan mesin pembuatan pipa seamless," katanya.
Proses produksi pipa seamless di PT RTM sudah tersertifikasi API 5CT (Casing & Tubing) dan API 5L (Line Pipe). Kata Barkeilona, penggunaan OCTG nan dibuat di dalam negeri dalam proyek migas tentu membikin operasional menjadi lebih efisien. Tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri RTM juga sudah bisa melakukan ekspansi upaya dan memasok produknya ke Rusia, Kanada serta Amerika Serikat.
Menurut Barkeilona, pipa seamless Rainbow Tubulars dipasok untuk memenuhi kebutuhan operasional beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), antara lain Pertamina EP, Pertamina Hulu Rokan (PHR), Medco E&P Indonesia, Petrochina serta Energi Mega Persada (EMP) nan mempunyai banyak aktivitas produksi.
"Distribusi produk kami sepanjang tahun 2023, nyaris 73 persen untuk Subholding Upstream Pertamina, overseas 10 persen, other 2 persen (KKKS lainnya), serta ke Pertamina Hulu Rokan 15 persen. Untuk 2024 komitmen untuk suplai pasar domestik seluruhnya," kata dia.
Barkei menuturkan RTM adalah pabrikan spesialisasi produksi tubing dan casing dengan ukuran 5,5 inci ke depan bakal bisa sampai 7 inci dengan grade API paling tinggi P110.
Selain itu, sejak tahun 2018 sampai saat ini kontribusi RTM terus bertambah dalam memasok kebutuhan pipa khususnya tubing untuk kebutuhan domestik dari 8.000 ton di tahun 2018 hingga mencapai 17.500 ton di bulan Oktober 2024.
Sementara itu Kepala Divisi Prokom SKK Migas, Hudi D Suryodipuro mengungkapkan keberadaan RTM membuktikan bahwa industri penunjang hulu migas dalam negeri memainkan peranan krusial dalam mengejar sasaran produksi migas nasional
Dia berambisi dengan adanya peningkatan kapabilitas produksi nantinya dibarengi dengan peningkatan pekerjaan para KKKS nan berujung pada peningkatan produksi migas.
"Tahun ini ada 925 sumur dibor, tahun depan kita kejar diatas 1.000 sumur. Kegiatan lain juga bakal naik. Jadi ini memerlukan support kesiapan teman- kawan industri pendukung," kata Hudi.
Lebih lanjut, menurut Hudi, industri hulu migas tidak mau hanya jadi revenue center tapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Keberadaan RTM juga menunjukan bahwa TKDN bisa langsung berakibat pada perekonomian wilayah termasuk dalam penyerapan tenaga kerja.
"Kami ada tanggungjawab dengan keberadaan industri hulu di wilayah ada multiplier effect terhadap industri di Indonesia alias wilayah operasi termasuk di industri penunjang, negara kita ada keahlian dan kompetensi. Dan ini green pipe pertama di Indonesia, ke depan bisa lebih tinggi kualitasnya alias gradenya itu jadi tanggungjawab industri penunjang bahwa kudu kebawa dengan industri hulu migasnya," jelas Hudi.
SKK Migas sebagai management operasi KKKS memastikan bahwa industri penunjang bisa memberikan suplai nan baik di suplai hulu migas. OCTG banyak diperlukan untuk aktivitas pemboran. Selain itu, pemboran bakal meningkat jauh per tahunnya demi kejar sasaran produksi.
"Untuk bisa mencapai sasaran 1 juta barel di atas 1.000 sumur dibor. Artinya banyak memerlukan OCTG jika ditarik alias suplai dapat dari dalam negeri pasti win-win solution. Mumpung drilling banyak, jadi kesempatan mengangkat industri dalam negeri," kata Hudi.