TEMPO.CO, Bangka Belitung - Tidak banyak aktivitas nan terjadi di Taman Siburik di Kampung Amau, Kelurahan Parit, Kabupaten Bangka Belitung, pada Kamis, 26 September 2024. Namun pagi itu, sekitar pukul 08.50, tampak sejumlah penduduk membersihkan area taman.
Kampung Amau terletak di Kecamatan Tanjung Pandan dan menjadi bagian dari penataan area kumuh melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Penataan kampung ini mencakup penataan area seluas 17,29 hektare. Termasuk pembangunan Taman Siburik nan difungsikan sebagai ruang terbuka hijau.
Penataan Kampung Amau dikerjakan Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman dan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Bangka Belitung pada Mei 2021 hingga April 2022. Proyek ini menelan anggaran Rp 8,6 miliar nan berasal dari pinjaman Islamic Development Bank (IsDB).
Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas PUPR Kabupaten Belitung, Masali, menyatakan Kampung Amau nan dulu menjadi langganan banjir—karena wilayahnya berupa cekungan—telah mengalami perubahan signifikan. Masali mengakui air tetap menggenang di Kampung Amau jika hujan deras turun. Namun, sudah tidak separah dulu lantaran sudah dibangun kolam retensi.
“Sekarang genangannya tidak tinggi bisa surut dalam 30 menit setelah hujan berhenti,” kata Masali di Taman Siburik, Kamis, 26 September 2024. Sebelumnya, kata dia, banjir bisa mencapai 1 meter dan terjadi selama dua hingga tiga jam.
Bahkan, menurut Staf Wilayah II BPPW Kepulauan Bangka Belitung, Wotto Iskandar, Kampung Amau bisa betul-betul bebas banjir jika sudah mempunyai tiga kolam retensi. “Kalau kami hitung, hujan dalam rentang waktu 3 hingga 4 jam tidak bakal menyebabkan banjir,” kata Wotto.
Kendati begitu, dia mengatakan pembangunan kolam retensi baru terkendala program Kotaku nan sudah berakir sejak tahun lalu. Karenanya, dia berambisi ada program baru di era pemerintahan baru. “Kepala negara nan baru, mungkin kelak ada programnya,” kata Wotto.
Masih Ada Sisa Kekumuhan
Meski penataan Kawasan Kampung Amau diklaim mengubah wajah perkampungan kumuh menjadi bersih dan bebas banjir, sejumlah persoalan tetap terjadi. Di Taman Siburik, misalnya, sampah-sampah plastik tetap mengotori kolam retensi. Dari pantauan Tempo di Taman Siburik, Kamis kemarin, tidak tampak ada tempat sampah di area terbuka ini.
Sementara itu, Staf Wilayah II BPPW Kepulauan Bangka Belitung, Wotto Iskandar, menyatakan sampah-sampah tersebut merupakan kiriman dari wilayah hulu. Ia tidak menampik tetap ada kebiasaan masyarakat nan membuang sampah sembarangan. Namun, dia menyatakan pemerintah telah melakukan edukasi kepada masyarakat.
“Kalau di kelurahan kan sering ada aktivitas masyarakat,” kata Wotto. “Kami memang berambisi kesadaran masyarakat.”
Tak hanya sampah nan mengotori kolam retensi, persoalan lain di Taman Siburik Kampung Amau terjadi pada akomodasi toilet umum. Dua toilet nan disediakan tidak berfaedah semestinya. Pada Kamis itu, satu toilet terkunci, sedangkan satu lainnya tercemar sampah. Lantainya kotor berkerak. Bau pesing juga menyeruak begitu pintu dibuka. Adapun di luar toilet, dua wastafel tidak bisa difungsikan lantaran keran rusak.
Salah satu penduduk nan saat itu bekerja membersihkan Taman Siburik, Gatot, mengatakan toilet itu terbengkalai bukan lantaran tidak dirawat. "Tapi, dirusak oknum masyarakat,” ujarnya. Gatot menduga, pelakunya adalah remaja nan biasa nongkrong di ruang terbuka hijau ini
Menurut Gatot, keamanan di area ini memang menjadi persoalan. Sementara, kata dia, otoritas mengenai di kampung ini tidak menjalankan perannya secara maksimal. “Ada Babinsa, tapi nggak pernah control,” ujar Gatot. “Kalau ada pengawasan keamanan rutin, saya rasa bisa ada pengaruh jera.”
Tak Cukup Hanya Membangun Infrastruktur
Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, persoalan-persoalan di Taman Siburik Kampung Amau, Belitung, terjadi lantaran pemerintah hanya konsentrasi pada pembangunan prasarana fisik. “Tidak didukung dengan pembangunan prasarana sosial, transforasi budaya hidup sehat dan hijau, dan semacamnya,” kata Nirwono melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Sabtu, 28 September 2024.
Nirwono juga mengatakan Program Kotaku Kementerian PUPR mesti dievaluasi jika bakal dilanjutkan. Ia berujar, pembangunan alias perbaikan prasarana bentuk kudu diiringi pembentukan organisasi penggiat alias peduli lingkungan.
Sebab, untuk mencapai tata kelola area nan baik, mesti ada sejumlah kriteria nan dipenuhi, termasuk tersedianya pengolahan sampah, tempat pembuangan sampah, serta instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) domestik. Kriteria lainnya, ialah rumah sehat, jalan cukup lebar, saluran air bersih, jaringan utilitas terpadu, ruang terbuka hijau nan memadai, jalur pemindahan dan tempat evakuasi, serta organisasi masyarakat peduli lingkungan.
Pilihan Editor: PUPR: Pemerintah Fokus Peta Jalan Pembangunan Gedung Hijau Sektor Publik