TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi menunda penetapan bayaran minimum provinsi (UMP) dan bayaran minimum kabupaten/kota (UMK) untuk tahun 2025. Semula, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, penetapan bayaran minimum dijadwalkan pada Kamis, 21 November 2024.
“Ditunda (penetapannya),” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan lndustrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri ketika dikonfirmasi lewat aplikasi pesan singkat, Rabu, 20 November 2024.
Penundaan ini, sebagaimana tertulis dalam arsip resmi nan diterima Tempo, disebabkan oleh upaya Kemenaker untuk mengkaji ulang kebijakan dan formula kalkulasi bayaran minimum. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 nan mengharuskan pemerintah menyesuaikan izin mengenai kalkulasi bayaran minimum.
“Pemerintah bakal mematuhi dan melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXl/2023, termasuk ketentuan nan mengenai dengan bayaran minimum,” bunyi surat tersebut.
Surat tersebut juga meminta para gubernur agar menunda penetapan UMP 2025 hingga pengarahan lebih lanjut dari pemerintah pusat diterbitkan. Kemnaker menyatakan bahwa pedoman baru mengenai skema kalkulasi bayaran minimum bakal segera disampaikan.
“Kami minta perhatian dan kerja sama Bapak/lbu Gubernur agar penetapan Upah Minimum tahun 2025 menunggu pengarahan dan kebijakan lebih lanjut dari Pemerintah Pusat nan bakal disampaikan dalam waktu dekat,” tulis Kemnaker.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, turut memberikan pernyataan mengenai penundaan ini. Menurutnya, besar kemungkinan keputusan mengenai UMP 2025 baru bakal dibuat setelah Presiden Prabowo Subianto kembali dari agenda dinas luar negeri pada 25 November 2024.
“Sepertinya begitu (setelah 25 November), sembari menunggu kehadiran bapak presiden,” kata Said Iqbal ketika dihubungi pada Rabu, 20 November 2024.
Upah nan Dituntut Buruh
Sebelumnya, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja sehingga membikin Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 nan mengatur soal bayaran minimum provinsi alias UMP tidak berlaku.
Dalam patokan nan telah ditandatangani Presiden Joko Widodo, penyesuaian bayaran minimum provinsi (UMP) setiap tahunnya dihitung berasas tiga parameter utama, ialah inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu nan disebut sebagai alfa. Berdasarkan formula ini, UMP DKI Jakarta tahun lampau mengalami kenaikan sebesar 3,8 persen.
Menjelang penetapan UMP tahun 2025, para pekerja mengusulkan tuntutan kenaikan nan lebih signifikan. Dalam tindakan unjuk rasa nan digelar di depan instansi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada 30 Oktober 2024, mereka mendesak agar UMP 2025 dinaikkan sebesar 8-10 persen. Demonstrasi ini mencerminkan aspirasi pekerja untuk memperoleh bayaran nan lebih sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup nan terus meningkat.
Kemnaker menyatakan bahwa mereka tidak bakal menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 sebagai referensi menentukan skema kalkulasi bayaran minimum. Hal ini juga bertindak untuk penghitungan bayaran minimum provinsi alias UMP 2025. Hal ini sesuai dengan hasil putusan MK nan tertuang dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024.
“Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan kenaikan bayaran minimum 2025 tidak bakal menggunakan formula PP 51/2023, mengikuti putusan MK mengenai UU Cipta Kerja,” kata Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi ketika dihubungi lewat aplikasi pesan singkat, Rabu, 20 November 2024.
MICHELLE GABRIELA | VENDRO IMMANUEL G | DANIEL A FAJRIE | ANTARA