Bandung, CNN Indonesia --
Muller bersaudara yakni Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sengketa tanah Dago Elos, Kota Bandung.
Penetapan tersangka itu berasas hasil penyelenggaraan gelar perkara interogator Polda Jabar untuk kasus Dago Elos sesuai Laporan Polisi Nomor: LPB/336/VIII/2023/SPKT/Polda Jabar tanggal 15 Agustus 2023 atas nama pelapor Ade Suherman.
"Maka sesuai dengan rekomendasi gelar perkara terhadap terlapor Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller, ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," ungkap Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast, Selasa (7/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan alias menyuruh memasukkan keterangan tiruan ke dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 dan alias 263 KUHPidana.
"Sebagaimana pasal 184 KUHAP, sudah ditemukan perangkat bukti nan mendukung untuk ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," katanya.
Kasus sengketa tanah Dago Elos bermula ketika family Muller nan terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Supendi Muller menyatakan lahan nan ditinggali warga sebagai milik mereka. Keluarga Muller menyatakan lahan itu dengan menggunakan Eigendom Verponding.
Mahkamah Agung dalam Putusan No. 34 K/TUN/2007 menjelaskan istilah eigendom verponding digunakan untuk menunjuk suatu kewenangan milik terhadap suatu tanah. Eigendom awalnya diatur dalam Pasal 570 KUHPerdata. Namun telah dinyatakan dicabut oleh UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Singkat cerita, Tim Advokasi Dago Elos mengungkapkan family Muller mengurus Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) ke Pengadilan Agama Cimahi pada 2014 silam. PA Cimahi kemudian menetapkan mahir waris itu kepada mereka dengan mengeluarkan penetapan mahir waris bernomor 687/pdt.p/2013.
Dalam PAW tersebut disebutkan Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda nan ditugaskan di Indonesia. Dengan PAW itu, family Muller kemudian menggugat penduduk agar bisa menguasai lahan.
Adapun tanah nan diklaim ialah tanah seluas 6,3 hektare (ha) itu terbagi tiga Verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi.
Dalam UUPA memang pihak nan menyatakan mewarisi tanah peninggalan keluarganya dari Barat bisa dikonversi dan menjadi kewenangan miliknya (Eigendom Verponding). Namun, konversi tanah Eigendom Verponding hanya bisa dilakukan sampai 1980.
Berbekal arsip tersebut, family Muller menggugat penduduk di Pengadilan Negeri Kota Bandung pada 2016 alias 40 tahun setelah tenggat konversi. Kemudian, mereka juga menjalani banding di Pengadilan Tinggi (2017).
Keluarga Muller memberikan kuasa kepada kuasa norma dari PT Dago Intigraha (sebagai penggugat IV). Melalui PT Dago Intigraha, family Muller menggugat penduduk Dago Elos nan terdiri dari 335 orang nan tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos RW 1, RW 2, dan RW 3.
Mereka juga maju sampai tingkat kasasi. Namun, mereka kalah dengan keluarnya Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019. Dalam putusan itu, pengadilan menyatakan tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.
Tak menyerah, Keluarga Muller melakukan Peninjauan kembali (PK). Pada tingkat itu, mereka memenangkan gugatan dan penduduk Dago Elos terancam diusir.
(csr/gil)
[Gambas:Video CNN]