TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah kondisi industri tekstil nan sedang terpuruk, sejumlah pengusaha menyebut sungguh mudahnya busana impor mudah masuk ke Indonesia. Salah satunya dari Cina. Pusat Grosir Tanah Abang, disebut sebagai salah satu tempat di mana pakaian impor itu diperjualbelikan. Tempo mencoba mencari tahu perihal tersebut pada Jumat pekan lalu.
Blok A Pasar Tanah Abang pada Jumat, 12 Juli 2024, tampak lengang. Tak semua gerai toko buka saat Tempo menyambangi lantai II nan dikhususkan untuk grosir busana anak-anak. Suriadi, 33 tahun, salah seorang penjaga toko, bercerita, pasar Tanah Abang bakal cukup ramai pada hari Sabtu alias Ahad. "Kalau dulu bisa dibilang pada hari-hari biasa tetap ramai. Sekarang hanya ramai menjelang Ramadan dan Lebaran saja," katanya.
Pemandangan serupa juga terlihat di Blok F dan Blok B. Kebanyakan penunggu toko tampak duduk-duduk sembari bercengkrama. Sesekali mereka memanggil visitor nan lewat. Pada siang menjelang sore itu, sebagian besar penjaga toko tak terlalu sibuk. Termasuk Suriadi, nan sejak sebulan ini mengaku belum terima orderan. Pakaian nan dijual secara grosiran di Blok A, Blok B dan Blok F, kata Suriadi, adalah hasil produksi konfeksi rumahan.
Suriadi mengakui transaksi jual beli produk hilir tekstil di Tanah Abang sudah menurun sejak pandemi 2020 lalu. Semenjak itu menurutnya pola shopping masyarakat banyak beranjak ke shopping dari melalui lokapasar. "Tetapi langganan kita nan dari daerah-daerah tetap ada nan belanja, jumlahnya saja agak berkurang," katanya, Jumat, 12 Juli 2024.
Belakangan, sejumlah asosiasi pengusaha tekstil dan produk tekstil ramai-ramai menyuarakan produk impor nan diduga menyusup secara terlarangan ke pasar domestik. Menanggapi rumor tersebut, Suriadi mengaku sudah lama mengetahuinya. Tapi, kata dia, busana terlarangan tidak berakibat langsung terhadap penjualan para pedagang busana grosir. "Biasanya itu banyak busana trifting. Secara langsung tentu tidak terasa dampaknya," kata dia.
Di Pasar Tanah Abang, tepatnya di Blok Little Bangkok, kata Suriadi, cukup mudah menjumpai busana impor. Harganya cukup murah dengan kualitas peralatan setara dengan baju nan ada di mal-mal. "Apakah itu terlarangan alias tidak, saya tidak tahu. Tapi harganya memang murah dan orang selalu ramai di sana. Di Blok Metro juga ramai itu," ujar dia.
Saat Tempo mendatangi Blok Little Bangkok, nan bersisian langsung dengan Blok A, jumlah visitor sangat kontras dibandingkan Blok nan lain. Kebanyakan pembeli adalah kaum perempuan.
Little Bangkok Tanah Abang merupakan area berbebelanja baru nan diresmikan pada Senin, 15 Januari 2024. Lokasi persisnya terletak di Jembatan Metro Lantai 1 (JMTA), nan menghubungkan Metro Tanah Abang dengan Pasar Tanah Abang Blok B. Area perbelanjaan ini terinspirasi dari kejadian penjualan busana online melalui jasa titip (jastip) dan selebgram dari Bangkok, Thailand.
Blok nan terdiri dari 50 gerai ini didesain lebih modern dibandingkan gerai lainnya di pasar Tanah Abang. Interior masing-masing toko terlihat lebih rapi dan mewah. Para pedagang tidak menumpuk busana di gerai. Hanya beberapa saja nan dipajang dan ditata rapi layaknya di mal-mal.
Emerlina, penduduk Tangerang, tampak antusias memilah busana di salah satu gerai di Little Bangkok. Perempuan 30 tahun ini mengaku nilai baju di sini lebih murah dibandingkan toko lain termasuk di marketplace alias lokapasar. "Ini peralatan impor, Mas. Kualitasnya tetap terlihat seperti baru," kata dia kepada Tempo. Siang itu, Emerlina membawa pulang tiga setel pemimpin dengan total nilai Rp320 ribu.
Dia mengatakan busana serupa di mal-mal bisa dijual hingga Rp500 ribu per helainya. Salah seorang pedagang mengatakan barang-barang nan dia jual memang diimpor dari Cina.
Tempo coba menawar beberapa kemeja flanel di salah satu gerai. "Satunya Rp 65 ribu, jika ambil grosir, Rp50 ribu saja," kata si penjual. Saat ditanyai dari mana sumber baju impor tersebut, pedagang itu hanya menjawab "barang impor dari Cina."
Iklan
Tempo membandingkan nilai busana impor dengan produk serupa nan dijual di toko grosir. Perbandingan harganya cukup kontras. Pedagang grosir nan memproduksi sendiri, mematok nilai Rp75 ribu untuk sehelai kemeja flanel nan dijual secara grosir. Kalau mau beli eceran, per helainya Rp100 ribu.
Suasana di salah satu lorong di Blok Litle Bangkok, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat, 12 Juli 2024. Para visitor terlihat memilih busana impor nan dijual dengan nilai miring. TEMPO/Nandito Putra
Menurut Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bekarya (IPKB) Nandi Herdiaman, pakai impor terlarangan memang dijual lebih murah dibandingkan produk lokal. Harganya apalagi jauh di bawah modal busana bikinan dalam negeri. Nandi menyebut selain diketahui dari harganya nan murah, indikasi busana impor terlarangan bisa diketahui dari label nan menggunakan aksara Cina alias Korea.
Di Blok Metro dan Little Bangkok, Tempo mengecek lima gerai nan menjual produk impor. Semua busana nan dijual di sana berlabelkan aksara Cina. Kelima pedagang kompak menyebut bahwa mereka menjual busana impor dari Cina.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang nan Wajib Menggunakan Atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia, peralatan impor wajib mencantumkan label berkata Indonesia pada produk alias kemasan. Aturan itu juga bertindak untuk peralatan tekstil, peralatan bangunan, suku cadang hingga kosmetik. Pada label kudu mencantumkan asal barang, nama barang, identitas pelaku usaha.
Saat ditanyai ihwal label berkata Cina pada busana nan dijual, salah seorang pedagang mengaku tidak mengetahui perihal itu. "Dapatnya sudah begini, kan, namanya produk impor," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Sogo Indonesia Handaka Santosa sempat mempertanyakan legalitas produk-produk nan dijual di Little Bangkok, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dia menilai peralatan impor nan dijual di area shopping itu meragukan lantaran tak ada label berkata Indonesia. "Coba periksa di sana label bahasa Indonesia ada enggak, jika enggak ada (masuk ke Indonesia) lewat mana kan?" kata Handaka dalam obrolan di Jakarta Selatan pada Jumat, 23 Februari 2024.
Persis seperti nan disampaikan Nandi, saat itu Handaka juga menjelaskan produk impor nan resmi pasti mempunyai label berkata Indonesia. Dengan demikian, peralatan impor nan tak bercap bahasa Indonesia tak legal dijual di pasar dalam negeri. Selain label bahasa Indonesia, Handaka menyoroti standar peralatan nan dijual di Little Bangkok. Dia pun meyakini peralatan tersebut tak melalui uji standar nasional Indonesia alias SNI.
Artinya, kata dia, pemerintah mengalami kerugian atas masuknya barang-barang terlarangan tersebut. Pasalnya, produk impor semestinya menyetor sejumlah biaya ke negara. Antara lain bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) impor, dan bea masuk tindakan pengamanan alias safeguard. Karena itu, Handaka mendorong pemerintah memeriksa legalitas peralatan nan dijual di Little Bangkok. "Gampang sekali kok memeriksanya. Tapi kenapa tidak dilakukan?" ucapnya.
Pilihan editor: Bos Sogo Pertanyakan Legalitas Barang Impor di Little Bangkok Tanah Abang
NANDITO PUTRA | RIANI SANUSI | MUTIA YUANTISYA