TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis laporan terbaru mengenai Keputusan Pemerintah ihwal pembukaan kembali keran ekspor pasir laut. Studi itu menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, nan dinilai dapat memicu kehancuran ekosistem laut, meningkatkan erosi pantai, merusak terumbu karang, dan menimbulkan hilangnya biodiversitas laut.
Celios menganggap ekspor pasir laut justru menakut-nakuti masyarakat pesisir, terutama nelayan. Menurut Celios, para nelayan juga terancam kehilangan mata pencaharian akibat rusaknya kediaman perikanan tangkap.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menilai kebijakan tambang pasir laut hanya memberikan untung bagi segelintir pengusaha. Sementara, kata dia, potensi untung nan didapatkan negara terbilang kecil.
"Simulasi nan dilakukan menemukan akibat negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp1,22 triliun, dan pendapatan masyarakat bakal menurun hingga Rp1,21 triliun," ujar Nailul Huda dalam keterangan tertulis pada Rabu, 02 Oktober 2024.
Dia mengatakan, studi nan dilakukan Celios sebagai respons atas klaim pemerintah nan mengatakan, ekspor pasir laut dapat memberikan untung ekonomi bagi negara. "Jadi studi ini memberikan respon atas beragam klaim pemerintah bahwa ekspor pasir laut bakal meningkatkan untung ekonomi dan pendapatan negara. Klaim itu rupanya berlebihan," kata Huda.
Padahal, keberlanjutan kebijakan ekspor pasir laut hanya menambah untung bagi negara sebesar Rp 170 miliar. Huda mengatakan, perihal itu jika dihitung dari akibat tidak langsung ke sektor lapangan upaya secara keseluruhan.
Sementara itu, pengusaha ekspor pasir laut justru mendapat untung sebesar Rp502 miliar. Namun, kata Huda, perihal tersebut juga terdapat kerugian nan dialami oleh pengusaha di bagian perikanan.
“Modelling ekonomi nan dilakukan Celios memvalidasi bahwa narasi penambangan pasir laut bakal mendorong ekspor dan penerimaan negara secara signifikan tidaklah tepat. Penerimaan negara dari pajak tidak bisa menutup kerugian keseluruhan output ekonomi nan berisiko turun Rp1,13 triliun.” kata Huda.
Menurutnya, studi nan dilakukan Celios menunjukan setiap peningkatan ekspor pasir laut berisiko mengurangi produksi perikanan tangkap. Hal itu, kata Huda, adanya pengerukan pasir laut sebesar 2,7 juta meter kubik, mengakibatkan penurunan nilai tambah bruto sektor perikanan nan ditaksir mencapai Rp1,59 triliun.
Lebih lanjut, pendapatan nelayan lenyap mencapai Rp990 miliar, serta berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor perikanan sebesar 36.400 orang.
Selanjutnya: Segudang Masalah Tambang Pasir Laut...