TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen nan direncanakan bertindak pada 1 Januari 2025. YLKI menilai besaran PPN 12 persen nan dicanangkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya bakal menambah berat beban konsumen.
“Kenaikan PPN nan sudah terjadi sebelumnya pada April 2022, dari 10 persen menjadi 11 persen, tetap dirasakan berat oleh masyarakat. Jika PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, perihal ini bakal semakin memperburuk daya beli konsumen,” bunyi keterangan tertulis YLKI.
Menurut YLKI, kebijakan ini hanya bakal memberi beban tambahan bagi masyarakat nan tengah menghadapi kesulitan ekonomi. YLKI juga menilai, masyarakat nantinya malah menunda alias apalagi membatalkan pembelian barang-barang nan dikenakan PPN tinggi, seperti peralatan elektronik, pakaian, dan peralatan rumah tangga.
“Di masa masyarakat mengalami penurunan pendapatan, dan kenaikan nilai kebutuhan pokok, meningkatkan PPN dipastikan memberatkan rakyat,” tulisnya.
YLKI menyebutkan, bumi upaya dan industri bakal ikut terkena imbas kenaikan PPN nan mengakibatkan penurunan penjualan serta berujung pada lesunya roda ekonomi. Oleh lantaran itu, YLKI mengusulkan agar pemerintah menangguhkan alias apalagi membatalkan rencana kenaikan PPN.
YLKI di sisi lain menawarkan beberapa pengganti kebijakan nan bisa diambil oleh pemerintah selain meningkatkan pungutan terhadap masyarakat lewat PPN. Salah satunya adalah dengan meningkatkan cukai rokok dan menerapkan cukai bagi minuman berpemanis. Padahal, cukai rokok dan minuman manis juga mempunyai faedah ganda, ialah meningkatkan pendapatan dan mengendalikan akibat kesehatan.
“Pemerintah justru membatalkan alias tidak meningkatkan cukai rokok dan minuman manis nan semestinya bisa menjadi pengganti untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat,” kata YLKI.
Selain itu, YLKI juga menyoroti adanya ketidakadilan dalam proses pemungutan pajak selama ini. YLKI menilai, pemerintah justru berkarakter lenggang kepada para pengemplang pajak nan justru tidak mendapatkan hukuman tegas.
“Alih-alih meningkatkan PPN, pemerintah harusnya konsentrasi pada peningkatan kepatuhan pajak di kalangan pengusaha kakap dan para pengemplang, agar beban pajak tidak jatuh lagi-lagi pada rakyat kecil,” ujar YLKI.