TEMPO.CO, Jakarta - Mata duit rupiah diprediksi bakal bergerak naik turun untuk perdagangan Senin, 30 September 2024, setelah ditutup menguat pada akhir pekan. Para analis berbeda pendapat tentang pergerakannya.
Analis mata duit dan komoditas, Lukman Leongarga, memprakirakan rupiah bakal melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Mata duit asing itu diramal menguat didukung oleh permintaan instrumen safe haven di tengah eskalasi bentrok di area Timur Tengah, meski info inflasi AS menurut Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) lebih lemah dari perkiraan.
“Rupiah diperkirakan bakal melemah terhadap dolar AS nan menguat didukung oleh permintaan safe haven di tengah eskalasi di Timur Tengah, meski info inflasi PCE AS nan lebih lemah dari perkiraan,” kata Lukman lewat pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 29 September 2024.
Menurut kajian Lukman, penanammodal menantikan info manufaktur Cina pada Senin pagi hari. Rupiah diperkirakan bakal ditutup dalam kisaran Rp15.050 – Rp15.200 besok.
Sementara itu, Ibrahim Assuaibi selaku Direktur PT Laba Forexindo Berjangka berbicara mata duit rupiah bakal bergerak naik turun besok.
Pada perdagangan akhir pekan, mata duit RI ditutup menguat 40 poin, setelah sebelumnya juga sempat menguat 45 poin di level Rp.15.125 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.165.
Iklan
“Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata duit rupiah naik turun namun ditutup menguat di rentang Rp15.030 - Rp.15.140,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis rutinnya pada Jumat, 27 September 2024.
Berdasarkan analisisnya, pasar menunjukkan respons positif terhadap laporan kondisi finansial Indonesia nan terbaru. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat dalam kitab APBN KiTA bahwa utang pemerintah turun sebanyak Rp40,76 triliun per akhir Agustus 2024. Jumlah utang sekarang sebesar Rp8.461,93 triliun, dibandingkan jumlah pada Juli 2024 ialah Rp8.502,69 triliun.
Seiring dengan jumlah utang nan menurun, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga turun menjadi 38,49 persen dibandingkan bulan sebelumnya di nomor 38,68 persen. Jumlah itu konsisten terjaga di bawah pemisah kondusif 60 persen PDB, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Ibrahim juga menilai pemerintah tidak khawatir, karena diproyeksikan bakal terjadi arus cas masuk ke pasar-pasar berkembang seperti Indonesia usai Fed Fund Rate (FFR) alias suku kembang bank sentral AS ialah The Federal Reserve (The Fed) turun 50 pedoman poin bulan ini.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api