TEMPO.CO, Jakarta - Sektor jasa sebagai penopang ekonomi nasional rupanya tetap mempunyai nilai tambah nan rendah. Bright Institute mencatat sektor nan mewakili 49 persen tenaga kerja pada 2022 ini hanya menyumbang 42 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini tertinggal dibandingkan rata-rata sumbangan sektor jasa terhadap PDB di negara-negara berpendapatan menengah lain ialah sebesar 53 persen.
Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, mengatakan seperti negara-negara berpendapatan menengah lainnya, tenaga kerja Indonesia bergerak dari sektor agrikultur ke industri dan jasa. International Labour Organization (ILO) mencatat pada 2022, jumlah masyarakat Indonesia nan bekerja di sektor agrikultur tinggal 29 persen—turun dari 36 persen pada 2012.
Pada periode nan sama, sektor industri mengalami fluktuasi, tapi tetap mencatat kenaikan tipis dari 21 persen menjadi 22 persen. Sedangkan sektor jasa melonjak dari 43 persen menjadi 49 persen.
Dengan tren ini, Andri mengatakan Indonesia sekilas berada di jalan menuju negara maju Namun jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lain, Indonesia rupanya tertinggal. Andri mengatakan, kontribusi sektor industri terhadap PDB negara-negara berpendapatan menengah lain rata-rata bisa memperkuat di nomor 21 persen.
Namun di Indonesia, porsi industri manufaktur terhadap PDB justru terus merosot dari 21,02 persen di 2014 menjadi 18,52 persen di semester-I 2024. “Kita berada dalam track deindustrialisasi nan lebih parah dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya,” kata Andri.
Di sektor jasa, jumlah partisipasi nan meningkat pesat tak sebanding dengan rendahnya nilai tambah. Umumnya, orang bergerak dari sektor agrikultur ke industri dan jasa lantaran iming-iming nilai tambah dan pendapatan nan lebih tinggi. Tapi di Indonesia, Andri mengatakan, tenaga kerja beranjak ke sektor jasa secara terpaksa lantaran tak mendapatkan pekerjaan layak di sektor sebelumnya.
Rendahnya nilai tambah sektor jasa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, Andri mengatakan tak ada perkembangan memadai dari sektor industri manufaktur sebagai sektor sekunder nan semestinya menopang sektor jasa. Akibatnya, tenaga kerja di sektor jasa mau tak mau berada di sektor nan mereka ciptakan sendiri.
Iklan
“Kita bisa simpulkan sektor jasa nilainya sangat rendah lantaran kebanyakan diisi pekerjaan-pekerjaan informal nan tak punya keamanan dan agunan kerja. Usaha mikro mini dan menengah (UMKM) juga sektor jasa nan berbobot tambah sangat rendah,” kata Andri.
Rendahnya nilai tambah sektor jasa pernah diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia mengatakan, Indonesia saat ini terjebak dalam sektor jasa nan mendominasi perekonomian. Meski terlihat seperti negara berpendapatan tinggi, dia mengatakan komposisi perekonomiannya sebenarnya tidak demikian.
Sri Mulyani mengatakan, sektor jasa saat ini tetap kesulitan mengembangkan sektor jasa manufaktur nan mempunyai kualitas tinggi. Indonesia tetap memperkuat pada sektor jasa nan nilainya tetap rendah.
"Sektor jasa di Indonesia tetap belum bisa menangkap apa nan disebut dengan sektor jasa manufaktur nan berbobot tinggi dan berbobot tambah tinggi. Sektor jasa justru sempat mengalami peningkatan, kemudian mendatar," ujar Sri Mulyani dalam Indonesia-EU Investment Summit 2023 di Jakarta, pada Kamis, 30 November 2023.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Jadi Pembicara Konferensi Bank Dunia dan IMF di Amerika, Bahas Apa Saja?