TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan resmi menunda penetapan Upah Minimum Provinsi alias UMP 2025 nan semula bakal ditetapkan pada Kamis, 21 November 2024, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Lantas apa perbedaan antara UMK, UMP, dan UMR serta regulasinya?
Adapun Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, mengkonfirmasi bahwa pihaknya tidak jadi menetapkan perihal tersebut pada hari nan sama. "Enggak, enggak, tidak (diumumkan hari ini)," ujar Menaker Yassierli saat ditemui di Balai Sudirman, Jakarta, Kamis, 21 November 2024 dikutip dari Antaranews.
Ia mengaku bahwa hingga kini, pihaknya tetap membahas rumusan bayaran pekerja dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan mengenai UMP nan tetap terus berproses.
Selain itu, Yassierli menargetkan rumusan UMP 2025 bakal selesai di akhir bulan ini, untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. "Kami bakal menghadap Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan pengarahan dari beliau," ujarnya menambahkan.
Mengenal UMK, UMP, dan UMR serta regulasinya
Masyarakat Indonesia mengenal beberapa istilah nan paling sering digunakan untuk merujuk pada satuan minimal bayaran nan kudu dibayarkan kepada pekerja, di antaranya Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK), Upah Minimum Provinsi (UMP), serta Upah Minimum Regional (UMR).
UMK
Seperti kepanjangannya, UMK digunakan untuk menetapkan besaran bayaran di kabupaten alias kota suatu provinsi tertentu dengan pemimpin wilayahnya ialah bupati alias walikota.
Pemimpin wilayah tersebut kudu mengusulkan usulan UMK kepada gubernur, dan jika disetujui maka gubernur bakal menetapkannya sebagai UMK kabupaten alias kota itu.
Sebagaimana diketahui, seorang gubernur juga mempunyai kewenangan untuk menetapkan besaran UMP. Apabila perihal tersebut telah dilakukan, maka walikota alias bupati dapat mengusulkan kepada gubernur besaran UMK di wilayahnya.
Pada kasus tertentu, andaikan bupati alias walikotanya belum dapat menetapkan besaran UMK sesuai pemisah waktu nan telah ditetapkan pemerintah, maka kabupaten alias kota tersebut bakal menggunakan patokan UMP nan telah dirilis gubernur sebelumnya. Karenanya, pada praktiknya UMP bakal diumumkan terlebih dulu oleh gubernur sebagai referensi menentukan besaran UMK.
Aturan penetapan UMK nan digunakan selama tahun 2024 merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 nan merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
UMP
Selanjutnya ada istilah UMP nan merupakan penetapan bayaran minimum di tingkat provinsi. Dikutip dari jdih.babelprov.go.id, upah minimum provinsi (UMP) adalah bayaran bulanan terendah berupa bayaran tanpa tunjangan alias bayaran pokok termasuk tunjangan tetap nan ditetapkan oleh Gubernur.
Berdasarkan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UMP ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Sama seperti UMK, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 telah disahkan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, dengan kenaikan rata-rata berkisar antara 2-4 persen dari tahun sebelumnya.
Namun saat ini, pemerintah kudu menetapkan kebijakan tentang UMP nan baru dikarenakan pemerintah tidak lagi merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dalam penentuan UMP sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan peninjauan kembali Partai Buruh mengenai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
PP 51/2023 nan merujuk pada omnibus law Undang-undang Cipta Kerja itu sejak tahun lampau sudah ditolak oleh buruh. Alasannya, jika merujuk pada patokan itu, kenaikan bayaran minimum didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Di mana ketika terjadi kenaikan UMP nan diputuskan oleh para Gubernur hasilnya bakal lebih rendah dari kenaikan bayaran PNS, TNI/Polri sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen. Sementara itu, pekerja menuntut kenaikan UMP sebesar 15 persen.
UMR
Terakhir adalah istilah UMR ialah Upah Minimum Regional, nan telah digunakan sejak era Pemerintahaan Soeharto. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional, dijelaskan bahwa besaran UMR terdiri atas bayaran pokok nan meliputi tunjangan tetap. Terdapat 2 tingkatan UMR ialah UMR Tingkat I dan Tingkat II.
Landasan norma lain nan menyebut bayaran pekerja dan pekerja juga tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. Namun patokan tersebut akhirnya direvisi melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 266 Tahun 2000 sehingga istilah UMR tersebut bergeser menjadi UMP dan UMK. UMP dan UMK sendiri merupakan visualisasi dari UMR itu sendiri.
UMR Tingkat I nan ditetapkan oleh gubernur sekarang lebih dikenal dengan istilah UMP alias bayaran minimum provinsi. Adapun UMK alias bayaran minimum kabupaten/kota nan dihitung dan diusulkan oleh bupati alias walikota kepada gubernur mengganti istilah UMR Tingkat II pada patokan sebelumnya.
NI MADE SUKMASARI | HERZANINDYA MAULIANTI | TIARA JUWITA | HENDRIK KHORUL MUFID | ANTARA