TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pengelola biaya asuransi wajib kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat nan bakal ditetapkan pada awal tahun depan tidak boleh mengambil untung lantaran berkarakter nirlaba. Dia menyatakan jika organisasinya, AAUI, nan mengelola iuran ini juga tak bakal mengambil keuntungan.
“Ya, tidak boleh mengambil untung dari asuransi itu. Paling tidak bisa menjaga biaya operasional dan semua kudu bisa tertutup,” kata Budi saat ditemui di kantornya di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 22 Juli 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pemerintah berencana menerapkan wajib asuransi bagi kendaraan tahun depan. Rencana ini bakal diterapkan setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi meneken Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengenai tindak lanjut dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Sementara itu, Budi mengakui rencana wajib asuransi bagi kendaraan bermotor merupakan usulan dari pemerintah. Dia menyebut AAUI juga sempat berbincang dengan beragam pihak sebelum Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi Undang-Undang.
“Usulan awalnya datang dari pemerintah, itu obrolan beberapa kali sebelum diundangkan,” kata Budi.
Usai berbincang tentang rencana ini, Budi mengatakan beberapa pihak nan mengusulkan itu lantas studi banding ke beberapa negara. Dia menyebut langkah ini merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari potensi kecelakaan nan tak diinginkan.
“Ingin mengimplementasikan, ini perlindungan untuk masyarakat, intinya seperti itu. Itu sudah kajian nan dalam,” kata dia.
Oleh lantaran itu, Budi mengatakan jangan sampai rencana wajib asuransi ini bakal membebani masyarakat dengan premi alias iuran nan dibayarkan. Dia berambisi dari asuransi ini para pihak nan mengalami kerugian kelak bisa mendapat tukar nan layak.
“Tentunya kami mendorong supaya pihak nan dirugikan itu bisa mendapatkan tukar rugi nan cukup dan layak,” kata dia.
Sementara itu, Budi mengatakan saat ini AAUI tetap menunggu Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebagai tindak lanjut Undang-Undang P2SK. Sembari itu, Budi bercerita salah satu skema dari pembayaran asuransi kendaraan ini bakal memanfaatkan Artificial Intelligence dan digitalisasi.
“Tidak terelakan kudu menggunakan sistem digitalisasi, bakal menggunakan sistem AI dan kami mulai belajar dari negara sahabat,” kata Budi. Dia menyebut kondisi demografi Indonesia nan luas menjadi alasan.
Iklan
Digitalisasi ini, kata Budi, merupakan langkah nan bakal dia usulkan kepada pemerintah andaikan Peraturan Presiden telah diteken. Dia menyebut AAUI telah belajar praktik asuransi serupa dari negara di area Asia, seperti Jepang, Korea, dan negara di Asia Tenggara.
Meski demikian, Budi mengatakan AAUI belum bisa memastikan berapa besar premi alias iuran nan bakal dipungut dari setiap kendaraan. Dia menyebut bakal menghitung dan menyosialisasikan pungutan itu agar tak membebani masyarakat.
“Prosesnya tetap berjalan. Masih tahap kajian,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Asuransi, Penjamin, dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono, mengatakan saat ini institusinya sedang menyiapkan skema penerapan asuransi kendaraan sembari menunggu peraturan pemerintah nan bakal menjadi payung norma dari rencana ini.
“Untuk mewajibkan asuransi kendaraan itu kudu ada payung hukum. Jadi setiap pemilik kendaraan wajib untuk mengasuransikan kendaraan,” kata Ogi dalam Insurance Forum nan Tempo pantau secara daring pada Rabu, 17 Juli 2024.
Berdasarkan UU P2SK, Ogi mengatakan harusnya peraturan pemerintah melalui Kementerian Keuangan nan bakal mengatur pengenaan wajib asurani bagi kendaraan itu bakal keluar di Januari 2025. Senyampang itu, Ogi mengatakan institusinya juga bakal membikin Peraturan OJK nan mengatur asuransi kendaraan ini.
“Dalam UU P2SK dicantumkan bahwa asuransi kendaraan itu dapat menjadi asurani wajib,” kata Ogi.
Meski demikian, Ogi mengakui bahwa dalam izin saat ini asuransi kendaraan tetap berkarakter sukarela. Namun, Ogi menyebut saat ini juga ada beberapa kendaraan nan telah diasuransikan, terutama ketika konsumen membeli kendaraan menggunakan pinjaman dari bank.
“Saat ini sukarela. Ketika (kendaraan) lunas, kendaraan milik pribadi, asuransi kendaraan tidak diteruskan, kata dia.
Pilihan Editor: Pembayaran Wajib Asuransi Kendaraan Diusulkan Digabung dengan Pajak