TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bersedia menjelaskan nilai obat di Indonesia meningkat. Seusai menghadiri aktivitas Kampanye Simpatik Perpajakan Spectaxcular 2024, dia hanya menceritakan aktivitas Hari Pajak Nasional nan diadakan setiap tahun. Kegiatan pajak itu, kata dia, diadakan dengan beberapa lomba. "Itu untuk memberi semangat untuk semuanya," ujar dia, saat kepada wartawan di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno, Ahad, 14 Juli 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak mengomentari biaya pengobatan di Indonesia meningkat 13,6 persen. Biaya medis itu meningkat dari peningkatan biaya pengobatan di Asia sebesar 11,5 persen secara tahunan alias year on year (yoy).
Dalam catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, biaya kesehatan di Indonesia meningkat setelah pandemi Covid-19 sebesar 13,6 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding dengan kenaikan ongkos kesehatan di Asia sebesar 11 persen tersebut.
Menurut Asosiasi Asuransi Jiwa, kenaikan biaya kesehatan disebabkan oleh kenaikan nilai peralatan medis, biaya klaim asuransi nan meningkat serta penundaan perawatan selama masa pandemi Covid-19. Hal ini berakibat terhadap kenaikan jumlah total klaim kesehatan pada kuartal 1 2023 sebesar Rp 4,60 triliun. "Sedangkan tahun lampau hanya sebesar Rp 3,32 triliun," seperti dikutip situs resmi Asosiasi Asuransi.
Menurut lembaga ini, inflasi medis selaras dengan kenaikan biaya tarif pelayanan kesehatan pada awal 2023 nan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Tarif Pelayanan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. "Kenaikan biaya kesehatan juga dipengaruhi oleh inflasi umum pada 2022 sebesar 5,5 persen," kata Asosiasi dalam aaji.or.id itu.
Asosiasi menjelaskan, kenaikan biaya kesehatan tidak terhindarkan. Bahkan biaya medis selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ada beberapa perihal nan dapat dilakukan untuk meminimalisir akibat kesehatan nan mungkin terjadi di masa depan, seperti menjaga kesehatan, mempunyai perlindungan kesehatan, serta kelola biaya darurat.
Iklan
Kementerian Perindustrian bakal mendorong penggunaan bahan baku dalam negeri memproduksi obat-obatan. Kebijakan ini buntut rumor mahalnya obat di Indonesia nan meningkat tiga sampai lima kali lipat dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia.
“Kalau beli (bahan baku dalam negeri) banyak kan dia juga bakal meningkatkan utilisasi. Kalau utilisasi naik, harganya lebih murah,” kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Reni Yanita, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Juli 2024.
Reni menjelaskan nilai obat dipengaruhi oleh utilisasi produsen. Utilisasi merupakan tingkat efisiensi penggunaan sumber daya dibandingkan dengan jumlah produksi nan dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Ketika utilisasi baru 50 persen, kata dia, produsen bakal menjual obat-obatan dengan nilai tinggi. Menurut dia, utilisasi dipengaruhi oleh aspek permintaan.
Pilihan Editor: Bahlil Yakin Bandara IKN Siap Digunakan Sebelum 17 Agustus: Kita Akan Mendarat di Sana