Ekonom Minta Pemerintahan Prabowo Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto meminta presiden terpilih, Prabowo Subianto menunda beragam kebijakan nan bebani kelas menengah. Kebijakan nan dimaksud di antaranya iuran Tapera, wacana subsidi tiket kereta rel listrik alias KRL commuter line berbasis nomor induk kependudukan (NIK), kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga pungutan biaya pensiun tambahan.

Menurutnya, kabinet tahun depan perlu mempertimbangkan rencana tersebut meski beberapa di antaranya telah disahkan undang-undang. Eko mengatakan, jika kabinet selanjutnya tetap memaksakan mengais pendapatan lewat beragam pungutan, maka daya beli kelas menengah bakal makin melemah. “Implikasinya mereka bakal turun kelas,” ujarnya dalam obrolan daring Indef, Senin, 9 September 2024.

Saat ini daya beli kelas menengah sedang tergerus. Dengan berlakunya beberapa pungutan baru tahun depan, Eko menilai bakal ada penurunan dari kelas menengah ke calon kelas menengah alias aspiring middle class. Dikhawatirkan mereka bisa turun ke kasta lebih rendah lagi ialah golongan rentan alias miskin. Jika itu terjadi, menurut dia pemerintah justru perlu mengeluarkan ekstra anggaran untuk support sosial.

Ia menekankan pemerintah perlu menangguhkan kebijakan penarikan pungutan sampai situasi ekonomi membaik, lampau dievaluasi kembali. “Jangan sampai suku kembang mulai turun, bumi upaya malah tidak bergairah lantaran pungutan-pungutan ini,” ujarnya.

Salah satu kebijakan nan bakal bertindak pada Januari 2025 adalah kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurut Eko ini semestinya bisa ditunda, hanya saja sudah disahkan dalam Undang-Undang, sehingga perlu langkah pembatalan. Belum diterapkan saja konsumsi dan daya beli sudah merosot, jika dilanjutkan, Ia menambahkan, kelas menengah bakal makin menurun. Dampaknya tahun depan pertumbuhan ekonomi bisa berada di bawah 5 persen.

Iklan

Fenomena turun kasta kelas menengah memang sudah terjadi sejak lima tahun belakangan. Badan Pusat Statistik mencatat hingga 2024, jumlah masyarakat nan masuk kategori ini sebesar 47,85 alias turun 9,48 juta dibanding saat pandemi nan sebanyak 57,33 juta orang.

BPS mengklasifikasikan kelas menengah pada 2024 sebagai penduduk nan penghasilannya antara Rp 2 - 9,9 juta. Sementara calon kelas menengah Rp 874 ribu - 2 juta, dan golongan rentan miskin antara Rp 582-874 ribu.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengatakan kelas menengah banget sensitif terhadap perubahan kebijakan ekonomi politik. Sehingga daya belinya kudu terus dijaga, lantaran konsumsi kelas menengah porsinya lebih dari 80 persen total konsumsi penduduk. 

Pilihan editor: Pemerintah Resmi Atur Tata Niaga Ekspor Kratom

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis