Usai Ubah Syarat Pilkada, MK Kaji Penghapusan Ambang Batas Pilpres

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

CNN Indonesia

Jumat, 23 Agu 2024 08:15 WIB

MK menyidangkan gugatan atas patokan periode pemisah pencalonan presiden di UU Pemilu. Sidang digelar dua hari setelah MK mengubah periode pemisah pencalonan pilkada. MK menyidangkan gugatan atas patokan periode pemisah pencalonan presiden di UU Pemilu, dua hari setelah MK mengubah periode pemisah pencalonan pilkada. ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan gugatan atas patokan periode pemisah pencalonan presiden dan wakil presiden di pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Sidang itu digelar dua hari setelah MK mengubah periode pemisah pencalonan pilkada.

Gugatan itu dilayangkan pemerhati pemilu Titi Anggraini dan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Network for Democracy and Electoral Integrity alias NETGRIT). Sidang perbaikan permohonan digelar kemarin, Kamis (22/8).

"Para Pemohon mengusulkan agar partai politik alias campuran partai politik nan mempunyai bangku di DPR dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa periode batas," kata Titi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, partai-partai nan tak punya bangku di DPR tetap bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden jika bergabung. Mereka kudu membentuk koalisi dengan jumlah partai minimal 20 persen dari keseluruhan jumlah partai politik peserta pemilu.

Titi mencontohkan jika ada 18 partai politik peserta pemilu, maka diperoleh nomor 3,6. Dengan pembulatan ke bawah, maka koalisi partai-partai nonparlemen minimal berisi tiga partai.

"Kewajiban partai politik nonparlemen untuk berasosiasi bakal menunjukkan signifikansi dalam kematangan struktur politik dan menunjukkan keseriusannya dalam pengusungan," ujar Titi.

Dia menjelaskan pembedaan perlakuan ini tetap dalam pemisah toleransi. Hal ini juga sesuai dengan logika Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020 tentang pembedaan verifikasi partai politik parlemen dan non-parlemen peserta pemilu.

Dalam UU Pemilu, periode pemisah pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen dari jumlah bangku di DPR RI alias 25 persen bunyi sah nasional pemilu sebelumnya.

Para pemohon menilai periode pemisah itu bertentangan dengan semangat keberagaman pada pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945 dan keadilan pada pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.

Sidang pembahasan uji materi periode pemisah Pilpres ini digelar setelah MK membikin gebrakan dengan mengubah periode pemisah pencalonan kepala wilayah melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024.

Dengan patokan itu, syarat 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi sah pemilu sebelumnya tak lagi berlaku. Ambang pemisah pencalonan ditentukan berasas jumlah pemilih di masing-masing daerah. Rentang periode pemisah berkisar 6,5 persen hingga 10 persen dari total bunyi sah pemilu sebelumnya.

DPR sempat menganulir putusan MK itu lewat revisi UU Pilkada. Namun, mereka membatalkan revisi setelah masyarakat marah dan turun ke jalan.

(dhf/gil)

[Gambas:Video CNN]

Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.

Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional