Kontainer Menumpuk di Pelabuhan, Kementerian Perindustrian dan Perdangan Saling Kritik

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian saling tuding sebagai biang menumpuknya ribuan kontainer barang impor di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya dan Belawan Medan dalam beberapa bulan terakhir.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Budi Santoso menyebut ada ribuan kontainer di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak tertahan lantaran terkendala persetujuan teknis (pertek) sebagai syarat untuk mendapatkan perizinan impor.

Ketentuan pertek, menurut Budi, merupakan usulan dari Kementerian Perindustrian agar masuk dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 tahun 2023. Buntutnya, ada 26.415 kontainer menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.

"Untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka sesuai pengarahan Bapak Presiden dalam rapat tingkat menteri perlu dilakukan perubahan relaksasi melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dengan tidak mempersyaratkan pertek lagi," kata Budi di instansi Kementerian Perdagangan pada Ahad, 19 Mei 2024.

Budi menyatakan argumen Permendag 36 direvisi menjadi Permendag 8 agar persoalan perizinan impor terutama kontainer nan menumpuk bisa selesai. "Jadi sekali lagi kami sampaikan bahwa perubahan Permendag 36 Tahun 2023 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dilakukan lantaran adanya hambatan perizinan ialah pertimbangan teknis," ujarnya. 

Pernyataan Budi ditanggapi ahli bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif. Menurut dia, tidak ada industri nan melapor alias mengeluh kesulitan bahan baku kepada Kemenperin sejak diberlakukannya pertimbangan teknis (pertek) setelah pemberlakuan larangan pembatasan (lartas).

"Artinya lancar-lancar saja tuh. Bahan baku nan mereka impor enggak numpuk di pelabuhan," kata Febri.

Pengiriman kontainer diketahui memerlukan perizinan pertek dari Kementerian Perindustrian  dan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. Febri membeberkan, pada 16 Mei 2024 lampau saat instansinya menggelar rapat koordinasi terjadi perbedaan info nan cukup signifikan antara jumlah pertek dan PI nan dikeluarkan untuk izin perusahaan melakukan impor.

Febri mengatakan salah satu contoh dalam publikasi untuk komoditas besi alias baja, baja paduan dan produk turunannya. "Dari total 1.086 pertek nan diterbitkan, PI nan diterbitkan hanya 821. Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 kontainer," ujarnya. 

Hal ini membantah klaim pertek nan dikeluarkan Kementerian Perindustrian lambat hingga menyendat pengedaran kontainer. Febri menjelaskan, dalam rapat nan sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebut tidak tahu apakah kontainer itu dimiliki oleh perusahaan dengan nomor pengenal importir umum (APIU) alias nomor pengenal importir produsen (APIP).  "Jadi selain PI-nya belum terbit, itu juga tidak jelas punya APIU alias APIP," katanya.

Tentang ribuan kontainer menumpuk di pelabuhan, dia mengaku tidak tahu menahu. "Apa isi dalam kontainer itu. Kami juga sampai sekarang tidak tahu. Apakah isinya bahan baku, apakah produk hilir alias peralatan jadi kami belum tahu, nan lebih tahu kawan Bea Cukai lantaran masuk kewenangan mereka," kata Febri di instansi Kemenperin, Jakarta Selatan pada Senin, 20 Mei 2024.

Iklan

Hal ini menjawab tudingan dari Kementerian Perdagangan nan menyebut patokan soal pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian penyebab ribuan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan tertahan.

Dia menegaskan adanya temuan kontainer tertahan itu tidak mempengaruhi rantai pasok dalam negeri. "Tapi mengatakan penumpukan itu berakibat pada suplai chain lokal industri dalam negeri. Kami menolaknya," ujarnya. 

Menurut dia, pembatasan impor diperlukan lantaran 80 persen produk manufaktur Indonesia dijual dalam negeri. "Kalau pasar domestik banjir impor maka bakal membikin produk manufaktur tidak laku apalagi kesulitan bersaing," ujarnya.  

Presiden Jokowi Turun Tangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat merinci ada 17.304 kontainer peralatan impor nan tertahan di Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Tanjung Perak. Seluruhnya tertahan sejak 10 Maret 2024 sejak penerapan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36 tahun 2023 tentang kebijakan impor diberlakukan.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kemudian merevisinya dengan mengeluarkan  Permendag Nomor 3 Tahun 2024 tertanggal 5 Maret 2024. Sebulan setelahnya, Menteri Zulhas kembali merevisi patokan menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024.

Namun patokan baru ini dipandang tidak menyelesaikan masalah, sehingga Presiden Jokowi memimpin pembahasan permendag ini dengan menggelar rapat internal pada 17 Mei 2024 dengan melibatkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menter Keuangan Sri Mulyani dan Wakl Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga.

Jerry mengatakan atas pengarahan Presiden Joko Widodo dalam rapat internal, patokan kudu direvisi dan meluncurlah  Permendag nomor 8 tahun 2024.. Tujuannya adalah lebih melancarkan impor. Pasalnya, ada komoditas dalam 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Tanjung Perak nan tertahan sejak patokan impor pertama kali diterapkan 10 Maret 2024.

Airlangga Hartarto mengatakan ada beberapa kontainer dari perusahaan ialah di sektor besi baja, tekstil, lampu fiber optik dan tas nan sukses dikeluarkan dari pelabuhan lantaran adanya perubahan persyaratan perizinan. Airlangga menambahkan ada 5 kontainer nan merupakan bahan baku baja, dan itu merupakan komponen otomotif, "Jika dibiarkan tertahan di Pelabuhan bakal mengganggu rantai suplai industri otomotif," ujar Airlangga.

ILONA ASTHERINA | DESTY LUTHFIANI | ANTARA 

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis