333 Anak Perkawinan Campuran di Surabaya Terancam Hilang Status WNI

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Sekitar 333 anak berkewarganegaraan ganda dari pernikahan campuran di Surabaya, Jawa Timur, terancam kehilangan status Warga Negara Indonesia (WNI)-nya, jika mereka tak segera memilih kewarganegaraan.

Kepala Imigrasi Kelas 1 Khusus TPI Surabaya, Ramdhani mengatakan, sebagaimana di Peraturan Pemerintah (PP) 21 tahun 2022 pengganti PP tahun 2007, tenggat waktu terakhirnya adalah 31 Mei 2024 ini.

"Kami memberikan tenggang waktu sampai dengan 31 Mei 2024 ini terhadap anak berkewarganegaraan ganda usia 18-21 tahun untuk dapat memilih [menjadi WNI alias WNA]," kata Ramdhani ditemui di Surabaya, Selasa (21/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak berkewarganegaraan dobel nan berumur 18-12 tahun, diminta segera memilih kebangsaan tunggal, pilihannya menjadi WNI alias WNA. Jika tak memilih, maka dia bakal kehilangan kewenangan menjadi WNI dan otomatis menjadi WNA.

Proses permohonan kebangsaan ini, kata Ramdhani, melalui jasa permohonan Surat Keterangan Keimigrasian (SKIM) nan sekarang bisa dilakukan secara daring alias online.

"Untuk info sudah ada 36 SKIM nan dikeluarkan Kantor Imigrasi Surabaya dari tahun 2022-2024. Untuk pendaftaran anak berkewarganegaraan dobel di instansi imigrasi sampai dengan 17 Mei 2024 sudah ada 333," ucapnya.

Dari 36 SKIM itu, kata Ramdhani, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya telah menerbitkan empat SKIM untuk anak subyek Pasal 3A PP No 21 alias anak kebangsaan ganda.

Di antaranya ada dua anak subyek Pasal 4C UU No 12 Tahun 2006, ialah perkawinan campuran dari ibu WNA dan ayah WNI. Lalu satu anak subyek Pasal 4D UU No 12 Tahun 2006 dari ibu WNI ayah WNA; satu orang subyek Pasal 4L UU No 12 Tahun 2006 lahir di negara Ius Soli dari ayah WNI ibu WNI.

Sedangkan 333 anak itu diketahui dari info permohonan kebangsaan dobel nan mengusulkan izin tinggal pada Kantor Imigrasi Surabaya, per 17 Mei 2024.

Sayangnya, Ramdhani mengaku belum mempunyai info berapa jumlah pasti anak berumur 18-21 tahun subyek Pasal 3A PP No 21 nan belum mengusulkan kebangsaan tersebut.

Yang pasti, dia mengimbau agar orang tua nan mempunyai anak berkewarganegaraan dobel untuk segera mengusulkan permohonan SKIM, paling lambat 31 Mei 2024 nanti. Salah satunya melalui sosialisasi kepada organisasi Perkumpulan Masyarakat Perkawinan Campuran (PerCa) Indonesia, Selasa hari ini.

"Saya berambisi bahwa dengan sosialisasi ini, semakin banyak anak-anak berkewarganegaraan dobel nan dapat memperoleh kebangsaan Indonesia. Hal ini tentunya bakal memberikan faedah bagi bangsa dan negara, lantaran anak-anak ini mempunyai potensi untuk menjadi SDM nan unggul di masa depan," ungkap Ramdhani.

Sementara itu, Ketua Umum PerCa Indonesia Analia Trisna mengatakan, kebijakan Pemerintah Indonesia nan mewajibkan anak berkewarganegaraan dobel untuk memilih, jadi dilema bagi banyak family perkawinan campuran.

"Ini terkadang jadi dilema, anak-anak ini dalam usia antara 18-21 tahun ini kudu memilih menjadi WNI alias WNA," kata Analia ditemui di Surabaya.

Bahkan, Analia bercerita, proses memilih penduduk negara ini begitu berat dihadapi para anak. Mereka seperti kudu memilih di antara ayah alias ibu.

"Kami sendiri kadang proses memilih di rumah itu pada nangis, anaknya juga stres, lantaran ini seperti antara memilih ayah alias ibu," ujarnya.

Sebab, anak mereka nan berumur 18-21 tahun itu, kebanyakan tetap menempuh pendidikan alias kuliah di luar negeri. Di negara ayah alias ibu mereka nan WNA.

Maka, kebijakan memilih penduduk negara begitu susah bagi mereka. Sebab perihal itu bakal berpengaruh pada status mereka sebagai mahasiswa, termasuk biaya study mereka.

"Di usia itu mereka tetap kuliah di luar negeri, di negara ayahnya nan WNA. Mau enggak mau kudu pilih jadi WN Asing, lantaran jika pilih jadi WNI bakal jadi mahasiswa internasional, kelak bakal ada hambatan financial lantaran biayanya bakal berbeda," kata dia.

"Karena di sini [Indonesia] pendidikan mahal, kuliah di kampus negeri saingan juga banyak. Anak kami sekolah di internasional swasta mahal. Sementara jika di luar negeri semuanya di-cover pemerintah sana, dan biayanya lebih murah," tambah Analia.

Analia pun berambisi pemisah waktu memilih penduduk negara bagi anak dari perkawinan campuran diperpanjang hingga usia 25 tahun. Atau paling tidak ketika mereka sudah lulus kuliah.

Ia menuturkan perihal itu justru bakal menguntungkan Indonesia. Sebab banyak anak berkewarganegaraan dobel nan saat berkuliah di luar negeri, mau kembali ke Indonesia dan membangun bangsanya.

"Banyak anak dari perkawinan campuran mau membangun bangsa Indonesia tapi terhalang lantaran peraturan nan mengekang. Harusnya pemisah usia hingga 25 tahun setelah mereka sudah selesai studynya," ucapnya.

PerCa sendiri saat ini mempunyai 5.000 anggota. Mereka tersebar di 12 provinsi di Indonesia, dan di luar negeri seperti di Singapura dan Tokyo.

(frd/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional