Alasan Bulog Tak Maksimal Menyerap Gabah Petani menurut Peneliti CORE

Sedang Trending 8 jam yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian menjelaskan argumen Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) tidak optimal menyerap gabah petani dibanding pengusaha penggilingan swasta. Eliza mengatakan masalah mendasarnya berasal lantaran Bulog tetap bersikap pasif dengan menanti para petani untuk menyetor hasil panen ke penyimpanan Bulog.

"Petani kita tidak terbiasa mengirimkan gabahnya ke gudang, lantaran biasanya mereka dijemput bola sama bandar alias tengkulak," ujar Eliza saat dihubungi pada Sabtu, 15 Februari 2025.

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan para petani condong terikat dengan tengkulak lantaran di masa awal tanam memerlukan pinjaman untuk modal menanam padi. Dengan sistem nan disebut 'ijon' petani mau tidak mau menjual hasil panennya ke tengkulak nan meminjami modal sebagai timbal balik. 

Oleh lantaran itu, Eliza menilai para petani nan kekurangan modal bakal kesulitan untuk menjual ke Bulog selama tidak ada inisiatif dari perusahaan pelat merah tersebut. Adapun bagi petani nan tidak menerapkan sistem ijon, Eliza pun mengatakan tetap ada halangan bagi mereka menyetorkan hasil panen ke Bulog. "Petani kerap kebingungan menjual ke Bulog lantaran minimnya info dan belum lagi petani kudu mengeluarkan biaya transportasi." 

Padahal, kata Eliza, jika petani nan telah bekerja sama dengan pengusaha swasta maka tengkulak itulah nan menanggung biaya transportasi untuk mengangkut hasil panen. Bahkan tengkulak itu menurut Eliza mendatangi lahan petani langsung dan menyiapkan armada. "Jadi petani sudah tidak mengurus apapun lagi pasca panennya," ujarnya.

Eliza mengatakan selama ini para petani telah terbiasa dengan langkah tersebut sehingga tidak kudu pusing memikirkan langkah serta biaya untuk mengirimkan hasil panen ke Bulog. Terlebih, Eliza juga menyebut gudang-gudang Bulog juga tidak tersedia di setiap desa.  

Keterbatasan akses itulah nan selanjutnya dianggap Eliza menjadi argumen penyerapan gabah petani oleh Bulog tidak maksimal. "Petani jadinya susah menjangkau penyimpanan Bulog dan Bulognya pun tidak jemput bola seperti bandar nan jemput bola ke lahan petani," katanya menegaskan. 

Ia juga menggarisbawahi adanya praktik pembelian gabah oleh Bulog nan harganya di bawah penggilingan swasata sehingga secara otomatis petani lebih berkeinginan menjual ke bandar. "Jadinya Bulog tidak kebagian," ucap Eliza menyebut dampaknya.

Oleh karena itu, Eliza menilai perlunya penambahan penyimpanan Bulog dengan memanfaatkan tempat penyimpanan milik BUMN alias BUMDes. Ia juga merekomendasikan Bulog untuk mendatangi langsung sentra-sentra produksi pertanian demi bisa memaksimalkan penyerapan gabah petani. 

Mengingat Bulog mendapatkan penugasan untuk menyerap minimal 2 juta ton beras pada puncak panen raya April 2025. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan sudah menurunkan sasaran itu dari nan sebelumnya sebesar 3 juta ton, dengan membeli beras dari Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) sebanyak 2,1 juta ton. 

Eliza memandang dengan dipilihnya Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Bulog menjadi strategi pemerintah mengejar percepatan sasaran tersebut. Ia mengatakan keberadan Bintara Pembina Desa (Babinsa) nan kerap mengawasi hasil pertanian berpotensi dimobilisasi oleh Bulog demi mempercepat penyerapan beras. Hal itu dimungkinkan, kata Eliza, dengan armada nan dimiliki oleh TNI. 

Hal itu selaras dengan pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto nan menyebut penunjukan Novi Helmy sebagai Dirut Bulog lantaran dia dianggap mempunyai pengalaman di bagian pembinaan Babinsa serta mempunyai jaringan nan luas. 

Pengalaman itu dianggap dapat mempermudah Bulog dalam menjalankan program ketahanan pangan nasional. “Panglima TNI telah menyetujui permintaan tersebut, setelah mempertimbangkan aspek strategis dan kontribusi nan dapat diberikan oleh Mayjen TNI Novi Helmy di Bulog,” ujar Hariyanto pada Senin, 10 Februari 2025, dikutip dari Antara.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis