TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengkritisi kemauan pemerintah untuk terus menggenjot lifting di sektor minyak dan gas bumi (migas), khususnya eksplorasi minyak. Menurut Fahmy, kemauan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia untuk mengeksplorasi ulang sumur-sumur tua hanya bakal menghabiskan biaya besar namun potensi untung nan didapat tidak seberapa.
“Kalau pakai cost and benefit analysis, cost-nya lebih besar daripada benefitnya,” ucap Fahmy ketika dihubungi lewat sambungan telepon pada Ahad, 17 November 2024.
Menurut Fahmy, upaya pemerintah untuk menggenjot produksi minyak di sumur nan telah ada, terutama di sumur-sumur tua adalah upaya nan sia-sia. Fahmy mengatakan, sumur-sumur tua tidak bakal bisa dieksplorasi ulang untuk menemukan cadangan-cadangan minyak lainnya.
“Misalnya pak Bahlil sudah menginstruksikan untuk menggenjot tadi sumur-sumur existing nan ada, ataupun juga sumur-sumur tua agar produksinya meningkat. Menurut saya ini sia-sia lantaran untuk sumur, apalagi sumur tua itu sudah tidak bisa lagi dieksplorasi. Kalaupun ada, hasilnya itu tidak sesuai dengan biaya nan dikeluarkan untuk eksplorasi tadi,” ujarnya.
Fahmy menilai, jalan satu-satunya adalah dengan mencari potensi-potensi sumur eksplorasi nan baru. Namun, kata Fahmy, pemerintah butuh waktu nan panjang dan biaya nan besar jika mau melakukan perihal ini. Maka menurutnya, alangkah baiknya jika pemerintah bekerja sama dengan penanammodal untuk mencari sumur-sumur eksplorasi minyak nan baru.
“Kecuali lifting tadi pada sumur-sumur nan baru gitu ya. Hanya untuk sumur nan baru ini juga butuh waktu juga, kemudian juga butuh mengundang penanammodal nan mau masuk di sumur-sumur nan baru tadi,” kata Fahmy.
Menurut Fahmy, sudah semestinya Indonesia meninggalkan sektor migas dan beranjak ke sektor lainnya nan mempunyai potensi nan lebih besar. Fahmy lantas menyarankan agar pemerintah mulai serius mengeksplorasi sektor daya baru dan terbarukan (EBT) nan menurutnya mempunyai potensi nan besar.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia sempat mengatakan bakal menggenjot lifting minyak hingga 600 barel per hari (bph). Hal ini dilakukan untuk mengatasi kemungkinan lifting minyak ambruk sekitar 7-15 persen per tahun. Di sisi lain, konsumsi minyak mencapai 1.000.600 barel per hari. Hal ini menyebabkan Indonesia kudu mengimpor sekitar 900 ribu hingga 1 juta barel minyak per hari.
Diketahui hingga 8 Oktober 2024, produksi minyak bumi Indonesia mencapai 563.485 bph. Angka ini lebih rendah dari sasaran APBN 2024 sebesar 635.000 bph. Sementara itu, produksi gas bumi Indonesia tercatat sebesar 6.930 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), melampaui sasaran tahun ini sebesar 5.785 MMSCFD.
Rizky Yusrial ikut berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.