Daftar Lengkap Barang yang Terdampak Kenaikan PPN 12 Persen Pada 2025

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diproyeksikan bakal meningkat menjadi 12 persen pada tahun depan, naik dari tarif sebelumnya nan sebesar 11 persen. Kenaikan tarif ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam Pasal 7 ayat 1 UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen bakal mulai bertindak paling lambat pada 1 Januari 2025. Ajib Hamdani, seorang Analis Kebijakan Ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menjelaskan bahwa penerapan tarif pajak nan baru ini adalah langkah strategis nan dilakukan pemerintah untuk menjalankan kegunaan fiskal, dengan tujuan utama meningkatkan penerimaan negara.

Ajib menambahkan bahwa kenaikan PPN ini tidak hanya bermaksud untuk menyeimbangkan anggaran negara, tetapi juga untuk memberikan ruang bagi pemerintah dalam melanjutkan program pembangunan nan memerlukan biaya besar.

Dalam konteks ekonomi nan semakin kompleks, penyesuaian tarif pajak seperti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas fiskal negara, sekaligus memastikan keberlanjutan beragam inisiatif pembangunan nan telah direncanakan. Para pelaku upaya diharapkan untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan ini, mengingat dampaknya nan cukup signifikan terhadap nilai peralatan dan jasa di pasar.

Barang Kena Pajak (BKP) adalah segala corak peralatan nan secara norma dapat berupa peralatan berwujud, baik nan bergerak maupun tidak bergerak, serta peralatan tidak berwujud, nan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).

Dalam UU PPN, pengaturan mengenai cakupan BKP menggunakan pendekatan negative list. Artinya, pada dasarnya, semua peralatan dianggap sebagai BKP dan dikenakan PPN, selain peralatan tersebut secara unik dikecualikan dan ditetapkan sebagai peralatan nan tidak dikenai PPN.

Sementara itu, Jasa Kena Pajak (JKP) mencakup setiap aktivitas pelayanan nan dilakukan berasas perjanjian alias tindakan norma nan mengakibatkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, alias kewenangan tersedia untuk digunakan. Ini juga termasuk jasa nan diberikan untuk memproduksi peralatan sesuai pesanan alias permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, nan dikenakan pajak sesuai dengan UU PPN.

Sama seperti BKP, cakupan JKP juga diatur dengan prinsip *negative list*. Ini berfaedah bahwa pada dasarnya semua jenis jasa dianggap sebagai JKP dan dikenakan PPN, selain jika secara definitif ditetapkan sebagai jasa nan tidak dikenai PPN.

Pendekatan *negative list* dalam pengaturan BKP dan JKP ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa sebanyak mungkin jenis peralatan dan jasa masuk dalam cakupan objek pajak, sehingga memperluas pedoman penerimaan negara dari PPN.

Adapun jenis peralatan nan tidak dikenai PPN alias non-BKP, antara lain:

1. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan/atau pengeboran nan diambil langsung dari sumbernya.

2. Barang kebutuhan pokok nan sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak, meliputi:

- Beras, gabah, sagu, jagung, dan kedelai.

- Garam, baik nan beryodium maupun nan tidak beryodium.

- Daging segar nan tidak diolah, tetapi melalui proses penyembelihan, dikuliti, dipotong, dibekukan, didinginkan, dikemas alias tidak dikemas, dikapur, digarami, diasamkan, diawetkan dengan langkah lain, dan/atau direbus.

- Telur nan tanpa diolah, termasuk nan dibersihkan, dikemas, alias diasinkan.

- Susu perah baik nan telah melalui proses pemanasan alias pendinginan, tidak mengandung tambahan gula alias bahan tambahan pangan lainnya, dan/atau dikemas alias tidak dikemas.

- Buah-buahan segar nan dipetik, baik nan telah disortasi, dicuci, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas alias tidak dikemas.

- Sayur-sayuran segar nan dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar nan dicacah.

3. Makanan dan minuman nan disajikan di hotel, rumah makan, restoran, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk nan didistribusikan oleh upaya jasa boga alias katering.

4. Uang, emas batangan, dan surat berharga, seperti saham dan obligasi.

Iklan

5. Minyak mentah (crude oil).

6. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi nan siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat, seperti elpiji.

7. Panas bumi.

8. Asbes, batu separuh permata, batu tulis, batu kapur, batu permata, batu apung, dolomit, bentonit, felspar, grafit, granit/andesit, garam batu (halite), gips, kaolin, leusit, kalsit, mika, magnesit, nitrat, marmer, oker, obsidian, pasir kuarsa, perlit, pasir dan kerikil, fosfat, tanah serap, talk, tanah diatom, tawas, tanah liat, tras, zeolit, yarosif, basal, dan trakkit.

9. Bijih besi, biji emas, bijih timah, biji nikel, bijih tembaga, bijih perak, dan bijih bauksit. 

Sementara jasa nan tidak dikenai PPN alias non-JKP, yaitu:

- Jasa pelayanan kesehatan medis.

- Jasa pelayanan sosial.

- Jasa pengiriman surat dengan perangko.

- Jasa asuransi.

- Jasa keuangan.

- Jasa pendidikan.

- Jasa keagamaan.

- Jasa kesenian dan hiburan.

- Jasa penyiaran nan tidak berkarakter iklan.

- Jasa pikulan umum di darat dan di air serta jasa pikulan udara dalam negeri nan termasuk bagian tidak terpisahkan dari jasa pikulan udara luar negeri.

- Jasa tenaga kerja, meliputi jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa nan disediakan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan pemerintahan secara umum, jasa telepon umum dengan menggunakan duit logam, jasa boga alias katering, dan jasa pengiriman duit dengan wesel pos. 

MICHELLE GABRIELLA  | ILONA ESTHERINA | MELYNDA DWI PUSPITA 

Pilihan Editor: Sinyal Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen pada 2025, Apa nan Dikatakan Airlangga Hartarto?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis