ARTICLE AD BOX
CNN Indonesia
Sabtu, 31 Agu 2024 14:20 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai rencana itu menunjukkan indikasi ketegangan hubungan antara parlemen dan MK.
"Ini indikasi umum ketegangan hubungan antara parlemen vs mahkamah konstitusi di sepanjang sejarah di semua negara," kata Jimly saat dihubungi, Sabtu (31/8).
Jimly mengatakan seperti di banyak negara, personil parlemen biasanya marah dan tidak suka kepada MK nan mengoreksi keputusan politik kebanyakan di parlemen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dalam perjalanan waktu, bakal ada penyesuaian untuk saling mengoreksi antara parlemen dan MK.
"Misalnya, putusan MK nan mengubah patokan secara mendadak dalam tahapan pemilu nan sudah berjalan, dapat saja dinilai menciptakan instabilitas nan perlu diperbaiki ke depan. Tapi emosi para politisi nan menolak putusan MK juga tidak dapat dibenarkan," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mendorong revisi UU MK sebagai upaya pertimbangan sistem pemilu dan ketatanegaraan Indonesia.
Evaluasi MK bakal dilakukan untuk kebutuhan jangka menengah hingga panjang. Doli menilai MK saat ini telah melampaui kewenangan nan diberikan dengan terlalu banyak mengurus perihal meski bukan ranahnya.
Lebih lanjut, Doli menilai kekuatan putusan MK membikin sistem legislasi di Indonesia rancu. Ia menyinggung sifat putusan MK nan final dan mengikat seakan-akan membikin MK seperti mempunyai kewenangan membikin undang-undang.
"Mahkamah Konstitusi ini menurut saya, ya, terlalu banyak urusan nan dikerjakan, nan sebetulnya bukan urusan Mahkamah Konstitusi," kata Doli dalam obrolan daring dikutip dari kanal YouTube Gelora TV, Jumat (30/8).
MK beberapa waktu lampau mengabulkan gugatan soal UU Pilkada di pasal nan mengatur soal periode pemisah pencalonan kepala wilayah dan pemisah usia kepala daerah. Putusan ini sempat direspons negatif oleh DPR nan segera melakukan revisi UU Pilkada.
Manuver DPR ini memantik gelombang besar penolakan publik nan menggelar tindakan serentak di semua daerah. Publik menilai tingkah DPR itu hanya demi kepentingan politik mereka semata dan untuk mengakomodir putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk bisa maju di Pilkada.
Belakangan DPR menganulir RUU Pilkada yang hanya dalam hitungan jam pembahasannya selesai dan tidak jadi disahkan di paripurna.
(yoa/sur)
[Gambas:Video CNN]
Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.