TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) alias BNI mengapresiasi langkah interogator Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi. Ketiga tersangka diduga terlibat pemberian akomodasi angsuran BNI Wirausaha (BWU) dengan nilai kerugian sebesar Rp125 miliar.
Sekretaris perusahaan BNI, Okki Rushartomo mendukung penuh langkah nan diambil oleh pihak berkuasa dalam mengusut dugaan penyalahgunaan tersebut. Ia juga mengatakan Perseroan berkomitmen bekerja sama dengan pihak berkuasa untuk memberikan info nan diperlukan dalam proses penyidikan.
“Kasus ini terungkap atas laporan dari BNI nan merupakan corak sikap tegas BNI terhadap adanya perbuatan melawan hukum,” kata Okki dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Menurutnya, perihal itu dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan kepada nasabah dan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Ia menambahkan, BNI senantiasa menyalurkan akomodasi pembiayaan, termasuk KUR dan BWU, sesuai dengan prosedur dan prinsip kehati-hatian nan berlaku
Sebagai informasi, kasus ini diduga melibatkan orang dalam bank plat merah itu serta koperasi simpan pinjam selaku penerima akomodasi kredit. Ketiga tersangka itu ialah Ketua KSP MUMS Saptadi, Manager Koperasi Simpan Pinjam Mitra Usaha Mandiri Semboro (KSP MUMS) Ika Anjarsari Ningrum, dan Kepala Cabang BNI Jember Tahun 2018-2023 MFH. Saat ini tersangka ditahan di Cabang Rutan Kelas I Surabaya.
“Penahanan terhadap ketiga tersangka selama 20 hari ke depan, sejak tanggal 9 Oktober 2024,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Oktober 2024.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal sangkaan pasal 2 ayat 1 jo pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kasus ini terjadi pada 2021-2023 ketika BNI Kantor Cabang Jember menyetujui permohonan akomodasi angsuran BWU nan diajukan oleh KSP MUMS. Pengajuan angsuran itu mengatasnamakan petani tebu, khususnya nan berada di wilayah Jember dan Bondowoso.
Iklan
Salah satu syarat pengajuan angsuran adalah, petani tebu nan berkolaborasi dengan Pabrik Gula Semboro dengan kerjasama perjanjian giling dan adanya Surat Keterangan Kelolaan lahan tebu dalam corak Rencana Kerja Usaha (RKU). RKU ini diajukan oleh pengurus KSP MUMS ke BNI mengatasnamakan petani tebu masing masing rata-rata seluas 40 Ha. Namun kenyataannya, banyak petani tebu tidak mempunyai lahan, apalagi bukan sebagai petani tebu.
Selain itu, berasas ketentuan, penyaluran angsuran kudu rekomendasi oleh PG Semboro. Namun faktanya rekomendasi atas calon debitur justru diterbitkan oleh KSP MUMS. Meski syarat pengajuan angsuran tidak memenuhi ketentuan, MFH selaku Pemimpin Kantor BNI Cabang Jember tetap menyetujui dan memutus memberikan kredit.
“Bahwa RKU nan menjadi lampiran dalam pengajuan angsuran BWU, rupanya tidak dibuat oleh PG Semboro, bakal tetapi dibuat oleh pengurus KSP MUMS dan sebagian besar tanda tangan para pihak dipalsukan,” ungkap Mia.
Modus nan digunakan oleh tersangka ialah angsuran topengan dan angsuran tempilan. Kredit topengan adalah pengajuan angsuran dengan menggunakan nama orang lain dan seluruh duit pinjaman dikuasai oleh orang lain nan bukan debitur. Sedangkan angsuran tempilan adalah angsuran nan uangnya digunakan sebagian oleh debitur dan sebagian lagi digunakan oleh orang lain nan bukan debitur.
David Priyasidarta berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Kejaksaan Tahan Tiga Tersangka Dugaan Korupsi Kredit BNI Jember Senilai Rp 125 Miliar