TEMPO.CO, Jakarta -Meski banyak menuai pro-kontra dari masyarakat, pemerintah memutuskan untuk tetap meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari nan bertindak saat ini senilai 11 persen menjadi PPN 12 persen per 1 Januari 2025 mendatang.
Hal ini bakal mempengaruhi nilai dari peralatan dan jasa nan menjadi objek PPN itu sendiri. Lantas gimana aturannya?
Adapun kenaikan PPN 12 persen itu berasas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di mana pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai bertindak pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen bertindak paling lambat pada 1 Januari 2025.
Rencana kenaikan pajak tersebut mendapat kritikan dari beragam pihak, pasalnya pajak 12 persen dinilai bakal sangat berpengaruh pada proses jual dan beli peralatan alias jasa di masyarakat terutama bagi kelas menengah ke bawah.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, penerapan pajak senilai 12 persen tersebut bakal langsung berakibat pada nilai peralatan alias jasa nan menjadi objek PPN itu sendiri.
Hal itu merujuk pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Dalam Pasal 4 ayat (1) Beleid tersebut tercantum bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean nan dilakukan oleh pengusaha;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean nan dilakukan oleh pengusaha;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Untuk diketahui, Barang Kena Pajak (BKP) merupakan peralatan berbentuk nan menurut sifat alias hukumnya dapat berupa peralatan bergerak alias peralatan tidak bergerak, dan peralatan tidak berwujud, nan dikenakan pajak berasas UU PPN.
Dikutip dari Antara, untuk lebih memahaminya berikut merupakan penjelasan mengenai peralatan Kena Pajak (BKP) berbentuk dan tidak berwujud:
Barang berbentuk adalah peralatan nan mempunyai corak bentuk dan dapat dilihat, bergerak, tidak bergerak, alias disentuh. Contoh dari peralatan berbentuk nan dikenakan PPN antara lain:
- Barang elektronik, seperti televisi, kulkas, dan smartphone.
Pakaian dan barang-barang fashion. - Tanah dan bangunan.
- Perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, dan lemari.
- Makanan olahan nan diproduksi kemasan, seperti makanan ringan dalam kemasan.
- Kendaraan bermotor, termasuk mobil, motor, dan truk
Selain peralatan fisik, PPN juga dikenakan pada peralatan tidak berbentuk alias nan tidak mempunyai corak fisik. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
- Penggunaan alias kewenangan menggunakan kewenangan cipta di bagian kesusastraan, kesenian alias karya ilmiah, paten, kreasi alias model, rencana perusahaan, formula rahasia, alias merek dagang.
- Penggunaan alias kewenangan menggunakan peralatan alias perlengkapan industrial, komersial, alias ilmiah.
- Pemberian pengetahuan alias info di bagian ilmiah, teknikal, industrial, alias komersial
Selain BKP, ada pula Jasa Kena Pajak (JKP) ialah setiap aktivitas pelayanan berasas surat perikatan alias perbuatan norma nan menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, alias kewenangan tersedia untuk dipakai, termasuk jasa nan dilakukan untuk menghasilkan peralatan pesanan alias permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, nan dikenakan pajak berasas UU PPN.
Sehingga jasa streaming musik dan film, seperti Spotify dan Netflix, juga termasuk dalam kategori jasa nan dikenakan PPN 12 persen.