Jokowi Blak-blakan soal 'Pembredelan' Pameran Lukisan Yos Suprapto

Sedang Trending 16 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi) blak-blakan soal pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta, pekan lalu.

Jokowi mengaku baru mengetahui info batalnya pameran lukisan Yos Suprapto dari ajudannya, Syarif. Menurutnya, karya-karya Yos Suprapto merupakan bagian dari aspirasi politik seorang seniman.

"Siang tadi saya baru dengar dari Mas Syarif (ajudan) mengenai itu. Menurut saya, mengenai itu kreativitas, seniman nan kudu kita hargai dan juga corak sebuah aspirasi politik nan dituangkan dalam sebuah lukisan, nan kudu kita hargai," kata Jokowi dikutip Detikjateng, Jumat (27/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menekankan posisi Indonesia sebagai negara kerakyatan nan semestinya menghargai karya seni. Jokowi juga mengaku tak mempermasalahkan jika salah satu lukisan Yos Suprapto dinilai mirip dengannya.

"Ya kudu kita hargai. Jadi jika dipamerkan, ya kita kan apa, katanya negara demokrasi, he-he.... (Lukisan diduga mirip Bapak?) Saya kira nggak ada masalah," ucapnya.

Jokowi mengaku tidak mengetahui argumen lukisan Yos Suprapto kandas dipamerkan di Galeri Nasional. Ia pun kembali mengingatkan produktivitas seorang seniman nan kudu dihormati.

"Saya kan nggak tahu lukisan nan mana nan boleh dipamerkan, tapi saya kira itu corak produktivitas seniman nan kudu kita hargai," pungkasnya.

Sebelumnya, pembatalan mendadak pameran lukisan karya Yos Suprapto menjadi perbincangan di media sosial. Pembatalan itu dinilai sebagai tindakan 'pembredelan' atas kritik para seniman terhadap pemerintah nan terdapat pada sejumlah karya lukisan Yos Suprapto.

 Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12/2024). (Arsip Yos Suprapto)Foto: (Arsip Yos Suprapto)
Salah satu lukisan Yos Suprapto nan disebut dilarang dipamerkan dalam Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12/2024). (Arsip Yos Suprapto)

Kekisruhan ini mengenai dengan lima dari 30 karya lukisan nan menimbulkan perbedaan pandangan antara kurator dengan Yos Sudarso. Permintaan untuk menurunkan lima lukisan tersebut kemudian berbuah penarikan mundur Yos dari pameran.

Pelukis Yos Suprapto mengatakan persoalan bermulai saat kurator nan ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisan nan disiapkan untuk diturunkan. Lima lukisan itu berangkaian dengan sejumlah sosok nan berkawan di masyarakat Indonesia.

"Jadi sampai beberapa jam sebelum pameran, lima lukisan itu tetap diminta untuk diturunkan. Padahal lukisan-lukisan tersebut merupakan narasi dari tema pameran," kata Yos kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/12).

"Lukisan-lukisan tersebut menjadi narasi latar belakang situasi dari tema kedaulatan pangan itu sendiri. Hal itu nan tidak bisa dibaca oleh kurator," tuturnya. "Iya [narasinya jadi tidak utuh]."

Ia menyatakan beberapa jam sebelum pameran dibuka, dirinya sudah rela menutup dua lukisan dengan kain hitam. Namun, dia diminta menurunkan tiga lukisan lagi nan pada akhirnya membuatnya bulat untuk menolak semua permintaan itu.

Yos menyatakan jika kelima lukisan tersebut diturunkan, maka dia bakal membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisan pulang ke Yogyakarta.

"Saya tidak mau berasumsi, tapi kurator seperti ada ketakutan-ketakutan terhadap politik praktis dan tindakan represif pemerintah. Toh Menteri Kebudayaan nan dijadwalkan datang saja juga belum lihat lukisannya," ucap Yos.

"Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan," kata Yos.

Penjelasan Kurator

Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran buka bunyi atas situasi nan terjadi di Galeri Nasional pada Kamis (19/12) dalam keterangan tertulis.

Suwarno menyatakan terdapat dua karya nan dia anggap menggambarkan opini pribadi sang seniman terdapat praktik kekuasaan nan dinilai tidak sesuai dengan tema pameran, Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan.

"Saya sampaikan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial, dan berpotensi merusak konsentrasi terhadap pesan nan sangat kuat dan bagus dari tema pameran," kata Suwarno.

"Menurut pendapat saya, dua karya tersebut 'terdengar' seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora nan merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya," imbuhnya.

(pta/pta)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional