Kajian Indef: 2,3 Juta Pekerja Terdampak Aturan Pembatasan Tembakau dan Rokok Elektrik

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) merilis hasil kajian tentang akibat kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 alias PP Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Dalam sektor pekerja, Indef menyebut kebijakan ini bakal berakibat pada 2,3 juta orang. 

“Jika tiga skenario dijalankan bakal ada potensi 2,3 juta orang nan pekerjaannya terdampak alias 1,6 persen dari total masyarakat bekerja,” kata Ekonom Indef Tauhid Ahmad dalam presentasinya nan Tempo pantau secara daring pada Selasa, 24 September 2024.

Tauhid merincikan, dalam skema penjualan bungkusan rokok polos, bakal ada penurunan permintaan terhadap produk legal sebesar 42,09 persen. Oleh lantaran itu, langkah ini juga bakal berakibat pada 1,221,424 pekerja dari seluruh sektor. 

Tauhid mengatakan dalam skema larangan berdagang rokok di area sekolah juga bakal berakibat pada 734,799 pedagang. Sementara itu, dalam pembatasan iklan rokok juga bakal berakibat pada 337,735 pekerja. 

“Ketika omset turun, perusahaan mau tidak mau bakal menyesuaikan, apakah modelnya penurunan upah, pengurangan jam kerja, penurunan status, alias apa nan tidak diinginkan, PHK. Itu kemungkinan nan bisa saja terjadi,” kata dia. 

Rp 308 Triliun Berpotensi Hilang

Tauhid mengatakan dalam usulan bungkusan rokok polos tanpa mereka bakal memberi akibat ekonomi nan lenyap sekitar Rp 182,2 triliun. Sementara itu, untuk larangan berdagang di area 200 meter dari sekolah bakal berakibat pada Rp 84 triliun dan pembatasan beriklan bakal berakibat pada ekonomi Rp 41,8 triliun. 

“Jika tiga skenario dijalankan akibat ekonomi nan bakal lenyap setara Rp 308 triliun,” kata dia. 

Sementara itu, Tauhid mengatakan kondisi penerimaan pajak juga bakal terdampak dari tiga skenario tersebut. Dalam usulan bungkusan polos ada Rp 95,6 potensi pajak nan hilang, larangan berdagang ada Rp 43,5 triliun, dan pembatasan iklan rokok bakal lenyap Rp 21,5 triliun. 

Iklan

“Jika tiga skenario dijalankan Rp 160 triliun dari total penerimaan perpajakan bakal hilang,” kata dia. 

 Selain pada ekonomi, Tauhid mengatakan rencana usulan bungkusan rokok polos ini juga bakal berakibat pada industri kertas, tembakau, cengkeh, dan sebagainya. Dia menyebut kondisi ini juga mendorong adanya peredaran rokok terlarangan secara cepat. 

“Dampak ekonominya dengan bungkusan polos tentu saja ini bukan hanya bagi para industri rokok,” kata dia. 

Oleh lantaran itu, Tauhid mengatakan Indef meminta pemerintah merevisi izin tentang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 alias PP Kesehatan, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik, dan patokan turunannya. Indef mencatat izin ini bisa berakibat pada ekonomi hingga penerimaan perpajakan sebesar Rp 308 triliun. 

“Kami merekomendasikan dengan dasar nan cukup kuantitatif, pertama adalah tentu PP Nomor 28 Tahun 2024 kudu direvisi, termasuk membatalkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan,” kata Ekonom Indef Tauhid Ahmad dalam presentasinya nan Tempo pantau secara daring pada Senin, 23 September 2024. 

Tauhid mengatakan patokan nan mesti direvisi dan dibatalkan adalah nan berakibat pada penerimaan dan ekonomi negara. Dia menyebut kondisi ini bakal memperburuk situasi ekonomi Indonesia. 

“Ini krusial lantaran jika ini tidak direvisi dan dibatalkan, apalagi ditunda, justru memperberat situasi nan terjadi lantaran ekonomi kita di kuartal ketiga diproyeksikan tetap di bawah lima persen,” kata Tauhid.

Pilihan Editor: Terpopuler: 4 Proyek Prabowo jadi Bom Waktu, 4 Perusahaan Grup Bakrie Ditetapkan PKPU

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis