TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap adanya usul skema subsidi motor listrik di tahun 2025. Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Setia Diarta membeberkan rencana itu saat ditemui usai aktivitas berjudul Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah di Gedung Kemenperin, Jakarta.
"Mungkin tahun ini skemanya bakal berbeda. Bukan subsidi lagi tapi lewat insentif," ujar Setia pada Selasa, 14 Januari 2025. Setia tidak menjelaskan argumen kenapa pihaknya tidak lagi mengusulkan skema subsidi bagi motor listrik seperti pada tahun 2024 dan 2023.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Setia mengatakan skema baru nan dia usulkan adalah lewat insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Pemerintah lebih dulu menerapkan kebijakan insentif itu untuk memikat pembeli mobil listrik.
Kendati telah mengusulkan skema baru, Setia belum bisa mengungkap kapan penerapan insentif PPN DTP untuk motor listrik. "Kami sedang proses, sedang mengusulkan," katanya.
Sejak disahkan pada Maret 2023 lalu, subsidi motor listrik per Oktober 2024 di laman resmi Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Roda Dua (SISAPIRA) telah habis.
Tercatat hanya 11.000 unit terjual dari 200.000 unit motor listrik nan dialokasikan pada 2023. Sedangkan pada 2024, sasaran awal subsidi dipatok 600.000 unit namun dipotong hingga menjadi 60.000 unit subsidi saja. Di laman SISAPIRA, sebanyak 60.813 unit produk motor listrik telah lenyap terjual menggunakan subsidi.
“Harapannya pemerintah nan baru nan dipimpin Pak Prabowo agar mengumumkan secara luas bahwa subsidi sebesar Rp 7 juta telah habis. Dengan langkah tersebut, masyarakat bisa mengambil pengganti untuk membeli tanpa subsidi lantaran subsidinya sudah habis,” ujar CEO Yifang Grup, Eddy Chan dalam pernyataan tertulis pada Rabu, 23 Oktober 2024, dikutip dari Antara.
Eddy menilai subsidi untuk motor listrik sangat berakibat pada meningkatnya minat beli masyarakat. Tanpa adanya subsidi itu, Eddy memperkirakan masyarakat tidak mau membeli produk tersebut.