Kerugian Negara Ratusan Triliun Rupiah, Perlu Pendekatan Sistemik Mengatasi Korupsi

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Korupsi menjadi persoalan utama di Indonesia. Pemberantasan rasuah tersebut saat ini tidak melangkah optimal. Ekonom Prasetijono Widjojo mengatakan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di tingkat nan memprihatinkan. Di tahun 2022, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara. Sementara di Asia Tenggara, Indonesia menempati ranking ke-7 dari 11 negara. 

Maraknya korupsi menggerogoti sendi-sendi perekonomian negara nan menyebabkan jutaan masyarakat hidup dalam kemiskinan.Prasetijono merujuk perkataan Soemitro Djojohadikusumo nan menyatakan bahwa sekitar 30 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bocor akibat praktik korupsi aktivitas pengadaan peralatan dan jasa. 

“Misalnya 10 persen saja, 2024 itu APBN totalnya adalah Rp 3.325 triliun, katakanlah saya bulatkan saja Rp 3.000 triliun, itu maka bakal bocor sebesar Rp 300 sampai Rp 1.000 triliun,” ungkap Prasetijono dalam aktivitas obrolan berjudul “Urgensi Berantas Korupsi: Problematika dan Solusi” nan digelar Aliansi Kebangsaan dan Suluh Nuswantara Bakti pada Jumat, 23 Agustus 2024. 

“Dana nan sangat besar nan semestinya untuk menjalankan program-program strategis peningkatan kesejahteraan rakyat itu lenyap lantaran dikorupsi,” lanjut dia. 

Laporan pemantauan tren korupsi tahun 2023 nan dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp 238,14 triliun selama tahun 2013 hingga 2022. Pada tahun 2023, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 28,4 triliun. Data ICW nan ditabulasi ini merupakan perkara nan masuk ke tahap investigasi alias sudah ada penetapan tersangka. Artinya, nilai kerugian bakal lebih besar lantaran banyak perkara korupsi nan belum terungkap.

Adapun mengenai penanganan korupsi, Prasetijono menjelaskan, tidak bisa dilakukan secara kasus per kasus. Dibutuhkan sebuah pendekatan nan sistemik sehingga persoalan korupsi dapat diatasi hingga ke akarnya. “Kita tidak bisa menangani korupsi itu case-by-case, perlu satu pendekatan nan lebih sistemik sehingga kesempatan-kesempatan untuk korupsi itu bisa dihilangkan,” kata dia. 

Pencegahan korupsi secara sistemik, dia melanjutkan, kudu dimulai dari proses perencanaan penganggaran. “Ini khususnya nan mengenai dengan APBN maupun APBD, sampai dengan penyelenggaraan kebijakan program dan aktivitas ini,” tuturnya. 

Iklan

Kemudian, tata kelola kudu dibenahi secara sistemik untuk menghilangkan kesempatan dan kesempatan untuk korupsi. Dia mengatakan, pada celah-celah nan memungkinkan terjadinya korupsi, kudu dilakukan pengawasan nan lebih ketat dan prosedur nan transparan.

“Penegakan norma kudu dilakukan secara adil, tidak tebang pilih, tidak tumpul di atas dan tajam di bawah. Sanksi terhadap koruptor kudu tegas dan memberikan pengaruh jera,” tambah dia. 

Lebih lanjut, menurut Prasetijono, peran lembaga-lembaga nan menangani pemberantasan korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kudu dipulihkan. Saat ini KPK mengalami pelemahan akibat adanya revisi terhadap Undang-undang tentang KPK.

Hal nan tidak kalah penting, peran masyarakat dan organisasi sipil dalam melawan korupsi mesti ditingkatkan. Pemberantasan korupsi bakal efektif jika muncul kesadaran kolektif dan aktivitas publik nan masif. Sehingga seluruh komponen bangsa ini bisa didorong untuk bergerak berbareng melawan rasuah.

Pilihan Editor: Daftar Formasi CPNS KKP 2024 untuk Lulusan SMA hingga S2 dan Kisaran Gajinya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis