Jakarta, CNN Indonesia --
Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Jawa Timur terus melahirkan sosok-sosok berprestasi nan selalu siap mendedikasikan diri untuk masyarakat. Salah satunya, master Amira Abdat SpOG nan menjalankan pengabdian di Papua.
Pengabdian itu dimulai di sebuah puskesmas di pelosok Fakfak, Papua Barat pada 2013-2015. Pada 2015, Amira mendapat danasiwa dari Kementerian Kesehatan untuk melanjutkan pendidikan ahli di Unair.
Pendidikan itu selesai pada 2020, dan Amira memutuskan kembali lagi ke Fakfak, di mana dirinya menjadi satu-satunya master ahli obgyn. Sehari-hari, Amira bekerja sebagai master kandungan di rumah sakit umum wilayah (RSUD) Fakfak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain memeriksa pasien mengandung dan mengadakan tindakan operasi, Amira juga mengambil peran sebagai ketua tim Gerakan Jemput Bola berbareng rekan perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Setiap akhir pekan, Amira berbareng tim mendatangi rumah-rumah penduduk di kampung-kampung terpencil nan kesulitan akses akomodasi kesehatan.
"Tujuannya adalah agar tidak ada lagi pasien nan datang dalam kondisi darurat, nan tentunya situasi tersebut dapat meningkatkan nomor kematian ibu dan bayi," kata Amira.
Bekerja di area nan tetap mempunyai banyak keterbatasan, membikin Amira kerap mengalami momen nan menguras tenaga dan pikiran. Namun, moto Unair 'excellent with morality' telah begitu melekat, memberi Amira daya untuk terus memberikan nan terbaik bagi penduduk Fakfak.
"Yang paling krusial adalah jadi master baik, maka sukses dan rejeki bakal mengikuti sendiri. Jadi jika kita punya etika moral, pasti kita bakal selalu berpendirian bahwa semua nan kita lakukan ini adalah untuk orang lain. Jadi, jangan pernah mengeluh alias merasa kurang," ujarnya.
Bagi Amira, kesempatan mengabdi ini menjadi bentuk syukur atas pemberian Tuhan, ialah dapat memberi faedah bagi sesama.
Lebih jauh, Amira menyatakan bahwa pengabdian kepada masyarakat tanpa mempertimbangkan hadiah merupakan panggilan jiwa. Terlebih, pengabdian itu dilakukan di wilayah terpencil.
"Ini panggilan jiwa, bukan sekadar perniagaan. Materi memang penting, lantaran hidup memerlukan itu. Namun, materi tidak selalu berupa finansial. Kesehatan, kebahagiaan, banyaknya teman, relasi, serta kemudahan akses adalah corak rezeki nan patut disyukuri," ujarnya.
Amira mengingatkan, mental dan niat kuat absolut menjadi syarat saat mempersiapkan diri sebelum mengabdi bagi bangsa dan negara.
"Karena sebetulnya pengabdian itu adalah milik kita berbareng serta sebuah bentuk cinta tanah air. Di dalam pengabdian itu ada rasa tanggung jawab, komitmen, ikatan batin, dan ikatan cinta untuk sesama. Jadi, rasa untuk mengabdi itu semestinya dimiliki oleh setiap orang nan sudah menempuh pendidikan perkuliahan," pungkas Amira.
(rea/rir)