Jakarta, CNN Indonesia --
Mahkamah Agung (MA) menganulir balasan vonis meninggal gembong narkoba Andi bin Arif namalain Hendra namalain Udin menjadi 14 tahun penjara lewat Peninjauan Kembali (PK) kedua.
Berdasarkan berkas putusan nan diperoleh CNNIndonesia.com, Senin (6/5), Andi awalnya dihukum meninggal oleh Pengadilan Negeri (PN) Tarakan pada 9 April 2018. Hukuman meninggal itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur di Samarinda pada 31 Mei 2018.
Lima bulan setelahnya alias tepatnya 29 Oktober 2018, balasan Andi disunat di tingkat kasasi menjadi pidana penjara seumur hidup. Hukuman Andi semakin berkurang saat majelis PK pertama menjatuhkan balasan 18 tahun penjara pada 22 Desember 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengetahui hukumannya terus berkurang, Andi kembali mengusulkan PK kedua dan dikabulkan. Hukuman Andi kembali disunat oleh majelis PK kedua.
"Menjatuhkan pidana kepada terpidana Andi bin Arif namalain Hendra namalain Udin oleh lantaran itu dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan," demikian bunyi amar putusan PK kedua itu.
Perkara ini diadili oleh ketua majelis PK kedua ialah Sunarto dengan pengadil personil masing-masing Yohanes Priyana, Jupriyadi, Prim Haryadi, dan Suharto. Panitera pengganti Yunindro Fuji Ariyanto. Putusan diucapkan dalam sidang nan terbuka untuk umum pada Rabu, 7 Februari 2023.
Andi dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "permufakatan jahat tanpa kewenangan alias melawan norma menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman nan beratnya melampaui 5 gram".
"Menetapkan masa penahanan nan telah dijalani terpidana dikurangkan seluruhnya dari pidana nan dijatuhkan," ucap hakim.
Kasus ini terungkap pada September 2017. Sabu nan berasal dari Tawau Malaysia disembunyikan di dalam jeriken dengan menggunakan speedboat menuju Tarakan. Sampai di Tarakan, sabu dipindahkan ke dalam mobil nan rencananya bakal dibawa ke Samarinda. Saat mobil melaju di Jalan Aki Balak, tim dari BNN langsung melakukan penangkapan.
Pertimbangan hukum
Bahwa dalam perkara a quo ialah dalam PK Nomor 383 PK/Pid.Sus/2021 pemohon PK kedua dalam tindak pidana"permufakatan jahat tanpa kewenangan alias melawan norma menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman nan beratnya melampaui 5 gram" sehingga kemudian dijatuhi pidana penjara selama 18 tahun.
Sedangkan dalam perkara Nomor 441/Pid.Sus/2013/PN Trk nan telah berkekuatan norma tetap dalam perkara "tanpa kewenangan alias melawan norma membeli dan menjual Narkotika Golongan I dalam corak bukan tanaman" nan melampaui 5 gram, telah dijatuhi pidana penjara selama 12 tahun.
Dengan demikian, penjatuhan pidana tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP lantaran pemohon PK kedua kudu menjalani pidana selama 30 tahun penjara.
Bahwa terhadap dalil tersebut, majelis PK kedua beranggapan ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP hanya dapat diberlakukan terhadap perkara-perkara pidana umum. Sedangkan dalam perkara pidana unik kudu dilihat berapa ancaman maksimal dalam ketentuan tersebut nan terbukti dilanggar oleh terdakwa.
Dalam perkaraa quo, pemohon PK kedua telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 UU 35/2009 tentang Narkotika nan ancaman maksimal pidananya adalah 20 tahun penjara.
Apabila terjadi pembarengan (concursus) baik nan diajukan secara kumulatif alias tidak digabung alias ditentukan sebagaimana Pasal 52 KUHP selama tidak ditentukan dalam UU khusus, maka maksimum pidananya bertindak ketentuan maksimum ancaman pidana pokok ditambah 1/3 sesuai Pasal 65 KUHP dan 103 KUHP (videSEMA 1/2022), sehingga oleh karenanya terhadap pemohon PK kedua maksimal pidana nan dijatuhkan adalah 26 tahun.
"Menimbang bahwa dengan demikian permohonan PK kedua dinyatakan dapat dibenarkan dan permohonan PK kedua tersebut dikabulkan," ucap hakim.
(ryn/bmw)
[Gambas:Video CNN]