Menteri Bahlil Rencanakan Pembatasan BBM Subsidi, Jokowi : Belum Ada Keputusan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Presiden Joko Widodo merespons soal rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia nan bakal menerapkan kebijakam pembatasan BBM subsidi mulai 1 Oktober 2024 nanti.

Jokowi mengatakan bahwa rencana pembatasan BBM subsidi itu tetap memandang situasi di lapangan dan prosea sosialisasi.

"Masih dalam proses sosialisasi, kita lihat kondisi di lapangan, belum ada keputusan, belum ada rapat (soal pembatasan BBM subsidi)," kata Jokowi di sela meresmikan Klinik Ibu dan Anak di RSUP dr Sardjito Yogyakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.

Bahlil sebelumnya mengatakan, kebijakan pembatasan BBM subsidi bakal dilakukan melalui publikasi peraturan menteri (Permen). 

Jokowi sendiri tak menampik rencana pemerintah soal pembatasan BBM bersubsidi itu. Disinggung urgensi kebijakan itu, Jokowi menyebut sejumlah alasannya.

"Yang pertama, ini ada keterkaitannya ya utamanya di Jakarta itu dengan polusi," kata Jokowi. "Yang kedua, kita juga mau ada efisiensi di APBN kita, terutama untuk nan tahun 2025." 

Sehari sebelumnya, usai rapat kerja berbareng Komisi VII di Gedung DPR RI, Selasa, 27 Agustus 2024, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengonfirmasi rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak alias BBM subsidi mulai 1 Oktober 2024 itu.

Iklan

Menurut Bahlil, pembatasan BBM subsidi itu bakal diterapkan setelah terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM, bukan dalam revisi Perpres 191 Tahun 2024 nan hingga sekarang belum terselesaikan.

Hanya saja, Bahlil tidak merinci kriteria penerima BBM subsidi nan bakal diberlakukan.

Bahlil hanya meminta agar pengguna kendaraan mewah berakhir menggunakan BBM subsidi. Harapannya agar penyaluran BBM bersubsidi bisa tepat sasaran dan menciptakan efisiensi.

"Yang berkuasa menerima subsidi itu kan masyarakat nan golongan ekonomi menengah ke bawah. Kalau kayak kita tetap menerima BBM bersubsidi, apa kata dunia?" kata Ketua Umum Partai Golkar itu.

Pilihan Editor: BPS Catat Tingkat Kemiskinan Ekstrem Naik di 6 Provinsi, Tertinggi di Sulbar