TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya telah kelebihan daya tampung. Hal ini menyebabkan banyak barang-barang impor menumpuk di pelabuhan.
“Kita punya pelabuhan itu hanya Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Itu sudah over kapasitas. Kalau kita suruh memeriksa barang, antrenya bisa setahun,” ujar politikus nan berkawan disapa Zulhas ini saat ditemui Tempo di kantornya di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta Pusat, Senin, 23 September 2024.
Walhasil, banyak importir nan mengakali arsip importasi mereka. Modus nan biasa mereka gunakan adalah memalsukan jumlah volume peralatan nan diimpor. Angka nan tertera di arsip biasanya lebih mini dari volume peralatan nan sebenarnya masuk. Jika di arsip tertulis 100 unit, peralatan nan masuk sebenarnya bisa sampai 1.000 unit. Zulhas menyebut modus ini sebagai “impor legal tapi ilegal”.
Karena itu, dia dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan membagi jalur masuk tujuh komoditas impor ke Indonesia Timur. Pelabuhan-pelabuhan nan dimaksud ialah Bitung di Sulawesi Utara, Sorong di Papua Barat, dan Kupang di Nusa Tenggara Timur. “Jangan dua (Tanjung Priok dan Tanjung Perak) ini saja. Apa nan terjadi? Legal tapi ilegal,” katanya.
Tujuh komoditas nan mendapat pengawasan ekstra dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), peralatan tekstil jadi lainnya, elektronik, dasar kaki, pakaian, keramik, dan kosmetik.
Iklan
Zulhas sebelumnya pernah menyampaikan saat ini sebagian besar peralatan impor masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Pulau Jawa. Dengan pemindahan pelabuhan ke luar Jawa, maka biaya logistik bakal menjadi lebih tinggi dan mempengaruhi nilai jual peralatan impor tersebut ke konsumen. "Tujuh item jika memang di sini over kapasitas, (di) Jawa, maka bagusnya tujuh item ini, impornya masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di luar Jawa, kan banyak," ujar Zulhas di Jakarta, Jumat, 19 Juli 2024.
Namun, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) justru menilai kenaikan nilai peralatan nan dipicu pemindahan jalur masuk tujuh komoditas impor justru bakal berakibat langsung pada daya beli masyarakat. Walhasil, kebijakan ini menghalang program Belanja di Indonesia Aja (BINA) nan dimotori oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Hippindo. Program nan saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah dan sektor swasta ini bermaksud untuk mendorong shopping di dalam negeri.
Pilihan Editor: Kubu Anindya Ungkit Keterlibatan Jokowi dalam Munas Kadin 2021, Ini Kronologinya