TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan institusinya terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk menyongsong rencana pemerintah mewajibkan kendaraan mempunyai asuransi. Beberapa pihak itu di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga terkait.
Koordinasi dengan Korlantas, kata Budi, AAUI berencana mengusulkan pungutan premi alias iuran asuransi kendaraan ini bakal dibayarkan alias digabung dalam pajak kendaraan. “Nanti kutipannya bakal masuk dalam pajak kendaraan bermotor, lebih memudahkan,” kata Budi saat ditemui di kantornya di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin, 22 Juli 2024.
Meski demikian, Budi mengaku was-was lantaran tingkat kesadaran masyarakat untuk bayar pajak kendaraan sekitar 60 persen.
Selain itu, Budi mengatakan rencana wajib asuransi bagi kendaraan ini tak bakal membebani masyarakat. Dia menyatakan rencana ini bagian dari mitigasi risiko.
“Besaran quote pun bakal dikomunikasikan, berapa, sih, keahlian masyarakat,” kata dia.
Sembari meramu skema ini, Budi menyebut dirinya tetap menunggu Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pemerintah berencana menerapkan wajib asuransi bagi kendaraan tahun depan. Rencana ini bakal diterapkan setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi meneken Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengenai tindak lanjut dari UU P2SK.
Selain itu, Budi mengatakan AAUI sedang meramu skema lain, ialah digitalisasi. Budi bercerita salah satu skema dari pembayaran asuransi kendaraan ini bakal memanfaatkan Artificial Intelligence dan digitalisasi.
“Tidak terelakan kudu menggunakan sistem digitalisasi, bakal menggunakan sistem AI dan kami mulai belajar dari negara sahabat,” kata Budi saat ditemui di kantornya di area Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 22 Juli 2024. Dia menyebut kondisi demografi Indonesia nan luas menjadi alasan.
Digitalisasi ini, kata Budi, merupakan langkah nan bakal dia usulkan kepada pemerintah andaikan Peraturan Presiden telah diteken. Dia menyebut AAUI telah belajar praktik asuransi serupa dari negara di area Asia, seperti Jepang, Korea, dan negara di Asia Tenggara.
Iklan
Meski demikian, Budi mengatakan AAUI belum bisa memastikan berapa besar premi alias iuran nan bakal dipungut dari setiap kendaraan. Dia menyebut bakal menghitung dan menyosialisasikan pungutan itu agar tak membebani masyarakat.
“Prosesnya tetap berjalan. Masih tahap kajian,” kata dia.
Sementara itu, Politikus Partai Keadilan Sejahtera alias PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan fraksinya di Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR menolak rencana itu. Dia menilai argumen OJK nan mengapungkan rencana itu ke publik mengada-ada.
“Fraksi PKS menolak tanggungjawab asuransi bagi kendaraan bermotor, apalagi hanya lantaran pendapat OJK nan asal-asalan mengutip UU P2SK,” kata Suryadi dalam keterangan tertulis pada Ahad, 21 Juli 2024.
Selain itu, Suryadi nan juga personil Komisi V DPR itu menyebut asuransi kendaraan ini juga bakal menambah beban bagi masyarakat. Dia berdasar kendaraan bagi masyarakat bukan sekadar perangkat transportasi, tapi perangkat produksi. Oleh lantaran itu, lantaran kendaraan sebagai perangkat produksi, Suryadi menilai bakal berpotensi merembet kepada naiknya nilai peralatan dan jasa.
“Jangankan bayar premi asuransi, pajak kendaraan bermotor (PKB) saja masyarakat tetap banyak nan menunggak. Sebagai perangkat produksi, jelas tambahan beban ini berpotensi bakal merembet kepada kenaikan nilai beragam peralatan jasa,” kata Suryadi.
Korlantas Polri pada 2022 mencatat sebanyak 50 persen kendaraan bermotor di Indonesia tetap mempunyai tunggakan PKB dengan nilai mencapai Rp 100 triliun. “Persoalannya bisa jadi lantaran sistem bayar pajaknya tidak efektif alias memang masyarakat tak sanggup dengan beban biayanya,” kata Suryadi.
Pilihan Editor: Siap-siap Wajib Asuransi Kendaraan